"Kita kadang merasa lebih benar, lebih baik, lebih tinggi, dan lebih suci dibanding mereka yang kita nasehati.
Hanya mengingatkan kembali kepada diri ini; jika kau merasa besar, periksa hatimu. Mungkin ia sedang bengkak.
Jika kau merasa suci, periksa jiwamu. Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani.
Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu. Mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan.
Jika kau merasa wangi, periksa ikhlasmu, mungkin itu asap dari amal shalihmu yang hangus dibakar riya'.
(Dikutip dari Salim A. Fillah, dalam buku 'Dalam Dekapan Ukhuwah)
Tulisan ini begitu mengguncang hati saya pada suatu waktu. Mengingatkan bahwa manusia layaknya sebutir debu. Hingga merasa perlu menulisnya dalam secarik kertas dan melekatkannya di meja kerja. Saya kemudian mencari tahu siapa beliau, Ustadz Salim A Fillah. Dan saya merasa perlu selalu membaca tulisannya di blog, di media sosialnya. Mendengarkan ceramahnya melalui saluran youtube atau potongan-potongan video yang muncul di beranda. Saya sering menulis dan mengutip nasihat beliau di media sosial, sebagai pengingat bagi diri sebagai hamba Allah yang tak berdaya
Jenaka, ringan, lugas, jelas, cerdas dan mendalam, begitulah cara Ustadz Salim A Fillah menelaah dan mengulas sebuah masalah. Jika penuturannya dipaparkan dalam sebuah tulisan, beliau menulis dengan diksi yang puitis, namun mudah dipahami meski oleh orang awam seperti saya yang ilmunya kembang kempis. Tema yang diusung dalam ceramah atau buku yang beliau tulis juga beragam. Tentang ukhuwwah dan persahabatan, tentang dakwah, cinta dan keluarga dan tak ketinggalan tentang sejarah. Mendengarkan beliau berceramah atau nonton cuplikan video tausiyahnya itu serasa diajak ngobrol ringan, tapi hikmahnya menyentuh hati yang paling dalam. Terekam dengan baik di ingatan saya beliau bercerita tentang pengalaman pribadinya saat berada dalam perjalanan di dalam pesawat terbang. Inti ceritanya beliau dengan suka cita menikmati semua suguhan dari maskapai penerbangan. Sedangkan orang yang duduk di sebelahnya hanya menggenggam segelas air putih dan memandangnya iri. "Loh Pak, kenapa nggak diicipin semua hidangan yang ditawarkan pramugari?" Penumpang tersebut menjawab "Dokter menyuruh saya diet untuk tidak makan dan minum yang manis karena saya menderita diabetes, kacang-kacangan juga membuat asam urat saya nanti kumat"
Ya Allah, dengan kisah ringan begitu saja saya baru merasa betapa dahsyat nikmat sehat. Padahal jarang sekali kita bersyukur atas nikmat sehat, seolah kita berhak untuk senantiasa sehat dan tak menderita sakit apapun selama hidup.