"Ma, tolong suwirin sisa ayamku dong, cuma Mama yang bisa ngambil daging ayam sampai di sela tulang" kata anakku sambil menyodorkan ayam gorengnya.
Anak-anak saya sangat paham bahwa mamanya tidak suka membuang-buang makanan. Sedikit daging yang menyelip di tulang olahan ayam pun sebisa mungkin dicongkel dan dinikmati. Suami saya sampai menegur "Kasihan kucing liarnya cuma dapat tulang doang, sedekah napa" atau di lain waktu dia berkata "Awas, tulang-tulangnya jangan ikut dimakan Ma, itu jatahnya bangsa jin nanti mereka marah" Hadeh segitunya. Padahal saya hanya tak ingin menjadi bagian dari orang yang menyebabkan 48 juta ton makanan terbuang.
Bicara mengenai makanan terbuang, menurut data Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), limbah sampah makanan (food waste dan food loss) di Indonesia mencapai 23 juta - 48 juta ton per tahun. Data yang diperoleh antara tahun 2000 - 2019 tersebut diperoleh dari hasil analisis kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Foreign Commonwealth Office Inggris selama 20 tahun terakhir. Mirisnya lagi, berdasarkan penelitian terbaru, Indonesia berada di peringkat dua dunia dalam hal buang-buang makanan.
Hmm padahal pemerintah sedang giat mengampanyekan ketahanan pangan keluarga dan ekonomi sirkular. Food waste dan food loss sangat bertentangan dengan tujuan global dan indikator SDGs (Sustainable Development Government Goals) seperti yang dipaparkan Dr. Vivi Yulaswati, MSc Kepala Sekretariat Nasional TPB/SDGs Bappenas dalam sebuah sesi #DanoneAcademy2021. Membuang makanan bertolakbelakang dengan visi pemerintah menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Lebih miris lagi, di sisi lain kelompok masyarakat, terutama anak-anak, menderita gizi buruk dan jumlahnya mencapai lebih dari dua juta orang.
Tak Ada 48 Juta Ton Makanan Terbuang Jika Mereka Disayang-sayang
Pada sesi #DanoneAcademy2021 hari ketiga, dr. Endah Citraresmi, Sp.A memaparkan bahwa anak-anak penderita malnutrisi di Indonesia meningkat selama pandemi karena keluarga kehilangan pendapatan sehinga tidak mampu membeli makanan bergizi. Lebih lanjut dr. Endah mengatakan bahwa malnutrisi bisa menyebabkan stunting (tinggi badan anak kurang) dan wasting (berat badan anak kurang dari seharusnya) Mirisnya kondisi stunting ini bisa diwariskan.
Anak-anak stunting kelak menjadi orang tua/ibu, dan melahirkan anak-anak yang stunting pula. Parahnya lagi kondisi stunting berpengaruh pada tumbuh kembang anak dari generasi ke generasi. Anak stunting tidak mampu mengembangkan kemampuan kognitifnya. Karena perkembangan fisik dan kemampuan kognitif, akademik dan IQ serta EQnya kurang optimal, anak-anak stunting mengalami gangguan belajar di sekolah sehingga kelak saat dewasa mereka tak mampu berperan besar di tengah masyarakat. Sedih, sebagian punya makanan berlebih dan dibuang, sebagian lagi menderita gizi kurang sehingga berpengaruh dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Maka sudah saatnya kita lebih peduli untuk menghentikan food waste dan food loss Tak adil jika membuang makanan sementara banyak yang lebih membutuhkan.
Food Waste dan Food Loss, Definisi, dan Strategi Mengatasi
Definisi Food Waste
Food waste adalah sampah makanan yang terjadi pada tahap konsumsi, makanan sisa yang dibuang percuma. Tak hanya memperburuk pemandangan, sampah dari makanan menebarkan bau busuk dari gas metana dan karbon dioksida yang memperburuk kualitas udara.
Bagaimana food waste terjadi? Empat faktor ini berpotensi menyebabkan food waste:
- Rumah tangga