Lihat ke Halaman Asli

DBL – Azrul Ananda Creative Young Talent – Part 2

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam mengembangkan bisnis Jawapos, Azrul ingin melanjutkan visi yang sudah ditanamkan oleh Dahlan Iskan, di mana Jawapos harus menjadi bagian dari seluruh kegiatan yang terjadi di masyarakat terutama di Surabaya. Green and Clean, Safety Riding, adalah gerakan-gerakan di mana Jawapos menjadi bagian dari masyarakat Surabaya. Oleh sebab itu, di tahun 2006 kuartal ke-3 (Juli-September), Jawapos menjadi koran terbesar di Indonesia mengalahkan Kompas, sampai saat ini. Hal tersebut adalah hasil riset AC Nielsen dan Enciety milik Kresnayana Yahya. Ketika ditanya mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jawabannya karena kekuatan Young Talent yang dimiliki oleh Jawapos sedangkan Kompas tidak. Buat Dahlan Iskan dan Azrul sendiri, anak muda dan fresh graduate pikirannya masih kosong, jadi masih mudah untuk memasukkan nilai-nilai Jawapos ke anak muda. Dan anak-anak muda yang ada di Deteksi diberikan kesempatan yang luar biasa untuk mengeksplorasi dirinya dan mengaktualisasi dirinya. Bagi Azrul tidak masalah kalau tim nya yang muda melakukan kesalahan dalam membuat suatu program, meskipun harus mengeluarkan uang tidak sedikit, bagi nya itu adalah uang sekolah untuk tim nya, dan dari sana dia tahu siapa-siapa yang akan menggantikan dirinya kelak. Maka di DBL, meskipun manajemen tim-nya dikelola oleh orang muda usia di bawah 30 tahun, Azrul tidak perlu menandatangani surat pengeluaran uang sampai dengan Rp 500 juta. Sebuah tanggung jawab yang besar bagi orang muda, namun Azrul melihat hal tersebut sebagai proses untuk mendewasakan tim muda nya. Azrul meskipun dalam keluarga yang ‘KAYA’, namun tidak menjadikan dirinya menjadi orang yang manja dengan selalu menggantungkan dirinya kepada Sang Bapak. Azrul adalah seorang Entrepreneur, di mana diapun mengalami masa-masa kritis di mana harus mengambil resiko alias gambling untuk menjalankan idenya. Pernah suatu kali dia membuat suatu program untuk berlangganan Jawapos orang mendapatkan Kaos negara-negara di dunia. Pihak Finance tidak menyetujui hal tersebut karena dianggap hanya memboroskan uang saja. Namun dengan akalnya, dia mencoba mengambil dana marketing untuk menjalankan ide tesebut, dengan resiko tidak ada lagi budget marketing selama satu semester, karena program tersebut dijalankan di tengah tahun. Namun hasilnya meledak, ribuan pelanggan Jawapos diraih dan dana marketing tersebut kembali. Dia mengatakan bahwa, menjadi seorang Entrepreneur memang harus mengalami masa-masa gambling, walau tetap menganalisa situasi. Namun demikian, Azrul ingin membangun bisnisnya dengan fondasi yang kuat. DBL dia bangun dari awal dengan fondasi bisnis yang kuat. Dia menyadari bahwa olahraga di Indonesia tidak mampu untuk berkembang, karena sepenuhnya bergantung kepada Sponsor. Sponsor mengerjakan hampir semua hal, seperti event, tempat, pengadaan lapangan, dll. Maka ketika Sponsor tersebut tidak ada, maka olah raga yang dibangun tidak bisa berbuat apa-apa karena sepenuhnya bergantung dengan Sponsor. Hal itu terjadi pada KOBATAMA dan IBL. Ketika Mengembangkan DBL, Azrul menetapkan prinsip-prinsip yang dipegang dengan teguh, yaitu : 1. Tidak mengambil sponsor dari Rokok, Minuman Keras, dan juga dana dari pemerintah Baginya, sponsor dari rokok, minuman keras dan dana pemerintah tidak akansustainable. Adanya kebijakan ke depan dengan larangan iklan rokok dan minuman keras, jelas akan mengganggu kegiatan DBL. Dan bagi Azrul, Pemerintah juga bukan pendukung yang kuat, dia mengatakan bahwa birokrasi akan memperlambat perkembangan DBL. 2. DBL harus based on Business yang Sustainable. Azrul tidak ingin sepenuhnya bergantung pada Sponsor. Walaupun saat ini, keuangan DBL adalah 65% sponsor, 20% dari penjualan tiket, dan 25% dari merchandising dan licensing. Namun ke depan, dia ingin mengembangkan bisnis merchandising dan licensing yang sudah diawalinya dengan Sepatu DBL edisi Azrul yang laku keras di pasaran, bahkan saat ini sudah dibuat edisi Azrul 2, dan juga bisnis merchandising dan licensing yang lain. Visinya, Sponsorship tidak boleh lebih dari 50%, karena dengan demikian DBL tidak akan bergoncang meskipun tidak ada sponsor. 3. Konsep Student Athlete DBL Aturan ketat tentang peserta DBL, benar-benar dijalankan oleh Azrul dan tim-nya. Setiap tim yang bertanding, harus memiliki rata-rata minimal 6 pada raportnya. Artinya bahwa peserta DBL adalah peserta yang memang memiliki tanggung jawab yang baik terhadap pendidikan. Mungkin terlalu idealis untuk kita, namun hal tersebut juga menjadi faktor kunci suksesnya DBL di Indonesia. Bagi Azrul, prinsip-prinsip di atas adalah fondasi yang positif untuk membangun DBL yang visinya menjadi liga basket pelajar terbesar di Asia Tenggara. Hal tersebut sangat mungkin terjadi, karena adanya tawaran kerjasama dengan pihak Australia untuk mengembangkan DBL. Bahkan saat ini, DBL juga dipercaya untuk mengelola kegiatan-kegiatan NBA di Indonesia. Sudah 3 atau 4 bintang NBA yang sudah hadir di Indonesia, luar biasa kan?! Azrul membagi tim DBL menjadi 3 divisi besar, yaitu : 1. Divisi Sponsorship dan Business Development yang mengelola bisnis DBL 2. Divisi Event & Entertainment yang mengelola acara DBL dengan secara kreativitas dan ke-HEBOH-annya. Bahkan mereka juga merancang lagu khusus untuk setiap situasi pada saat perlombaan berlangsung. 3. Basketball Operation, yang khusus mengelola pengembangan olahraga basket yang terkait lansung dengan kegiatan DBL. Pada intinya, dia tetap melakukan pembenahan terus menerus dengan perencanaan yang lebih matang. Namun dia tidak menunggu perencanaan yang sudah matang baru dia melangkah. Karena buat dirinya, kalau harus segala sesuatunya harus siap, maka dia tidak akan menghasilkan apa-apa, karena terlalu banyak berpikir dan lupa untuk bertindak. Buat dia Entrepreneur tetap menjadi jalan untuk merealisasikan ide-idenya. Dan buatnya Entrepreneur adalah insting untuk melihat peluang yang ada di sekitar dan hal tersebut tidak akan didapatkan dengan bersekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline