Lihat ke Halaman Asli

Bangsa Ini Tak Mungkin Dibangun Dengan Kemunafikan

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Tolak Kenaikan Harga BBM," merupakan kalimat yang tertulis pada spanduk-spanduk yang terpampang di sepanjang jalan menuju rumahku. Kalimat itu membuatku berpikir akan praktek demokrasi di negara ini yang semakin sesat.

Ketidakmampuan menyusun konsep politik yg layak dijual, mereka rame-rame mengunakan simbol-simbol agama sebagai barang dagangan dalam berpolitik. Yang lahir kemudian adalah doktrin2 menyesatkan tanpa proses pencerdasan, baik pada publik maupun konstituennya. Partai seperti ini tentunya tidak akan laku pada pemilih yg melek politik dan rasional, sayangnya masyarakat kita masih belum sepenuhnya memahami konsep demokrasi sehingga wajar jika partai-partai yg berbasis doktrin tumbuh subur di Bangsa ini.

Lihat saja bagaimana mungkin partai yg berbasis agama memiliki Ketua Umum yang justru terjebak kasus korupsi impor daging sapi. Bagaimana mungkin juga partai yang sudah menyepakati untuk mendukung pemerintahaan dan bergabung dalam koalisi justru menentang kebijakan pemerintah di satu sisi, namun tidak berniat menarik menterinya dari kabinet yang sedang berjalan saat ini. Hal ini bagaikan dua sisi mata uang yang sama-sama saling ingin tampak di muka karena ingin sama-sama menarik massa. (Munafik)

Salah satu cara menarik massa yang mereka lakukan adalah dengan menggunakan issue Subsidi BBM yang saat ini tengah ditinjau dan dirapatkan oleh pemerintah karena membebani APBN. Di sini terlihat bahwa issue tersebut digunakan oleh partai untuk mendongkrak citra partai saja. Terlebih bila issue tersebut dinyatakan dalam bentuk spanduk-spanduk yang terpasang di berbagai tempat di tepi jalan, sehingga dapat dibaca oleh masyarakat umum. Padahal rakyat membutuhkan jawaban yang nyata dalam bentuk program dan konsep operasionalisai dari persoalan BBM yang terus menguras pundi-pundi APBN karena kebijakan subsidi, bukan opini tanpa sulusi!

Tentunya naik atau tidak harga BBM pastinya sudah melalui perhitungan dan pertimbangan panjang oleh pemerintah, sehingga wajar kiranya apabila spanduk-spanduk yang terpajang itu bagaikan usaha yang sangat jelas dipaksakan untuk menarik simpati massa di tengah berbagai berita negatif dari kondisi internal partai tersebut. Seakan tidak berkaca, bahwa bila saat ini  pengurus-pengurus partai  yang duduk menjabat di bangku kementerian (kementerian pertanian) saja tidak dapat mengurus lonjakan harga bawang,  mungkinkah mereka mampu memberi solusi terhadap persoalan energi dan distribusi kesejahteraan terkait dengan pengurangan subsidi BBM yang membebani keuangan negara.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa pada awalnya, setiap partai yang berkoalisi akan mendapatkan kesempatan untuk mengisi posisi-posisi penting di pemerintahan, seperti posisi menteri. Tujuan dari kesempatan mengisi posisi penting ini adalah memberikan kontribusi dari partai-partai tersebut untuk mampu berperan serta dalam pembangunan. Tentunya seorang menteri harus patuh pada presiden. Meski demikian, ternyata kehadiraan kader partai dalam praktek pemerintahan untuk mengisi posisi menteri tersebut justru digunakan sebagai salah satu cara untuk melapangkan jalan mengisi pundi-pundi partai dan golongannya.

Dari kasus yang dijelaskan sebelumnya, sesunguhnya tergambar jelas bahwa partai berbasis agama bukanlah jaminan akan baiknya nilai-nilai demokrasi prorakyat. Dalam hal ini, agama digunakan untuk meraih dukungan massa, sementara nilai-nilai agama yang baik, yang mampu memberikan kesejahteraan untuk rakyat justru disingkirkan. Jika atas nama agama dan Tuhannya saja berani berbohong, maka kita perlu berpikir, pantaskah kita percaya dengan jargon-jargonnya?

Walaupun kondisi ini memang menghawatirkan. Tapi saya tetap yakin, jika ini merupakan bagian dari proses pendewasaan dalam pelaksanaan demokrasi dan politik di Indonesia. Bangsa ini tidak dibangun semudah membalik telapak tangan. Semua membutuhkan waktu untuk tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu, yakinlah bahwa segala bentuk kemunafikan itu layaknya daun-daun yang akan gugur. Pada akhirnya, mereka akan berganti dengan kuncup-kuncup baru atas nama kejujuran.

@kristianto_dw2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline