Duvalio Adnan Zordi / 23010400202
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UMJ, peserta mata kuliah Filsafat dan Etika Komunikasi, Dosen pengampu Dr. Nani Nurani Muksin, M.Si
Baekuni ini merupakan tersangka pembunuhan berantai anak jalanan, dimana sebelum menghabisi korbannya baekuni ini melakukan hal - hal yang sangat - sangat keji terhadap korbannya. Baekuni ini terlahir pada tanggal 6 september 1961, dimana kabarnya karena kasusnya baekuni mendapat hukuman mati akan tetapi sampai sekarang beliau masih belum di eksekusi, dan kabarnya sampai sekarang masih ada di LP cipinang, jakarta. Jadi dari apa yang saya baca baekuni alias babe itu sering di ejek sebagai si bodoh karena katanya sering tidak naik kelas, dan karena beliau tidak tahan sama ejekan tersebut baekuni yang merupakan anak petani di magelang itu meninggalkan sekolahnya dan kabur ke jakarta.
Baekuni tinggal sebagai gelandangan di lapangan banteng, sampai akhirnya suatu saat dia dilecehkan oleh salah satu preman yang ada disana. Karena hal tersebut ini merusak mentalnya dia. Sampai akhirnya dia menjadi predator dan juga mengidap nekrofilia situasional dimana ternyata dari 1993 - 2010 baekuni ini sering banget melakukan hal - hal yang tidak senonoh terhadap anak jalanan umur 4 - 14 tahun. Akan tetapi terbongkarnya pada waktu 2010 karena ada pengaduan dari salah satu orang tua korban yang bernama ardiansyah yang pada waktu saat itu anaknya yang berumur 9 tahun menghilang. Ardiansyah ditemukan dengan kondisi yang sangat - sangat na'as dimana tewasnya dan termutilasi nya pada tanggal 8 januari 2010 bahkan kepalanya ditemukan sehari kemudian
. Setelah melakukan penyelidikan baekuni sebagai tersangka langsung ditangkap dikediamannya di gang masjid haji dallim daerah Pulo gadung, jakarta timur dan ternyata waktu dimintai keterangan baekuni ini sempat meminta ardiansyah (sang korban) untuk melakukan hal - hal yang keji, akan tetapi karena ardiansyah ini menolak baekuni pun segera dengan kejam menghabisi nyawa ardiansyah dengan menggunakan tali rafia dan pada ardiansyah ini lemah tak berdaya, baekuni langsung melakukan aksinya bahkan melakukan hal - hal yang tidak senonoh terhadap tubuh ardiansyah dan ternyata pada waktu tertangkapnya dan diinterogasi lebih lanjut jadi baekuni mengakui perbuatan - perbuatannya yang dari tahun 1993 sampai akhirnya tahun 2010.
Korban - korbannya ketahuan serta lokasi - lokasi TKP-nya ketahuan dan ats perbuatannya dia yang gila ini. baekuni dijatuhi hukuman seumur hidup pada tanggal 6 oktober 2010 oleh hakim pengadilan Negri Jakarta Timur dan setelah melakukan banding di pengadilan tinggi Jakarta baekuni mendapatkan hukuman mati. Tim pengacara babe alis baekuni melakukan hak asasi atas putusan pengadilan tinggi Jakarta, akan tetapi mahkamah agung menolak kasasinya baekuni dan tetap menyatakan baekuni ini bersalah telah membunuh 14 anak laki - laki dan memutilasi 4 diantaranya.
Dalam konteks filosofi dan etika komunikasi, kasus Baekuni menyoroti beberapa aspek yang mendalam tentang sifat manusia, tanggung jawab moral, dan implikasi dari tindakan-tindakan keji yang dilakukan. Kasus Baekuni menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab moral individu terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan.
Meskipun Baekuni mungkin mengalami pengalaman traumatis dan ejekan di masa lalu yang mempengaruhi kondisinya, namun apakah hal ini bisa membenarkan tindakan keji yang dia lakukan terhadap korban-korban yang tak berdosa? Diskusi tentang tanggung jawab moral individu dalam menghadapi tantangan dan trauma kehidupan menjadi penting dalam mengevaluasi peran etika individu dalam masyarakat. kasus ini menggugah pertanyaan tentang bagaimana masyarakat dan sistem hukum menangani individu yang melakukan kejahatan yang mengerikan.
Baekuni dinyatakan bersalah atas pembunuhan dan mutilasi terhadap belasan anak, tetapi bagaimana masyarakat dan sistem hukum menjawab kejahatan semacam ini juga menjadi refleksi dari nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dipegang oleh masyarakat. Apakah hukuman mati adalah jawaban yang tepat? Apakah ada ruang bagi rehabilitasi atau kebijaksanaan dalam menangani kasus semacam ini? (Mustofa Basri, 2014)
Selain itu kasus ini mencerminkan pentingnya komunikasi yang jujur dan terbuka dalam masyarakat. Pengaduan dari orang tua salah satu korban adalah yang mengungkapkan kengerian dari tindakan Baekuni. Namun, pertanyaannya adalah mengapa tindakan kejahatan Baekuni bisa berlanjut selama bertahun-tahun tanpa dihentikan lebih awal?
Apakah ada kekurangan dalam komunikasi atau respon dari pihak berwenang atau masyarakat yang memungkinkan kejahatan semacam itu berlanjut? Dalam keseluruhan, kasus Baekuni memberikan refleksi mendalam tentang berbagai aspek filosofi dan etika komunikasi dalam masyarakat, serta menyoroti kompleksitas dan tantangan dalam menangani kejahatan yang mengerikan. (Asbandi Rukmininto Amin, 2018)