Di dalam masyarakat dengan sistem patriarki dikenal ungkapan perempuan sebagai konco wingking (baca: teman di belakang) secara bahasa berarti teman dapur atau merujuk pada kedudukan perempuan yang hanya menjadi pelengkap bagi laki-laki. Begitu pula dengan menempatkan perempuan sebagai kelompok marjinal atau terpinggirkan yang pernah terjadi pada peradaban Yunani dan Romawi kuno. Hal tersebut sepatutnya sudah kita tinggalkan.
Perempuan mempunyai peran besar dalam peradaban. Suatu peradaban bisa terbentuk baik di tangan perempuan. Dari tangannya terlahir generasi penentu masa depan suatu bangsa. Sangat bijaksana ketika peradaban semakin maju ada ungkapan perempuan adalah tiang negara. Terwujud peran Ibu di sana. Tanpa mereka, negara tak akan bisa menghasilkan generasi idaman.
Kita patut berbangga, negara kita memiliki Hari Ibu yaitu perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya dan lingkungan sosialnya. Hari Ibu dirayakan untuk mengenang perjuangan perempuan Indonesia. Hari Ibu dirayakan tiap 22 Desember. Tanggal ini diresmikan oleh Presiden Soekarno di bawah Keputusan Presiden RI No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Penetapan itu didasarkan bahwa 22 Desember 1928 sebagai pelaksanaan Konggres Perempuan Indonesia yang pertama kali di Yogyakarta. Dalam konggres tersebut terdapat agenda perbaikan nasib perempuan. Perjuangan perempuan terus berlanjut untuk mendapat hidup layak. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan perjuangan tersebut.
Geliat Perempuan
Berbagai kemajuan telah dicapai berkaitan perempuan. Di sektor politik, saat ini terdapat delapan menteri perempuan yang menangani masalah strategis. Terdapat 23 perempuan bupati/walikota dipilih langsung rakyat dan 17% anggota parlemen perempuan di tingkat legislatif. Pemerintah telah memperkuat kerangka hukum dengan menerbitkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 yang mensyaratkan partai politik memiliki 30% perwakilan perempuan dalam struktur organisasinya di tingkat nasional (Kemenpppa: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).
Keterlibatan perempuan dalam pasar kerja dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan dan pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 perempuan mencapai 51,88% dari angkatan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan berumur 15 tahun ke atas cenderung turun.
Dari 8,86% di tahun 2011 terus turun menjadi 5,26% di tahun 2018. Perempuan lebih banyak bekerja di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; serta jasa lainnya dibandingkan laki-laki.
Pada tahun 2015, sektor informal lebih banyak diminati oleh perempuan yaitu sebesar 62,22% sedangkan laki-laki sebesar 55,11%. Sektor informal merupakan bagian penting dari ekonomi dan pasar tenaga kerja di banyak negara. Sektor informal memainkan peran penting dalam penciptaan lapangan kerja, produksi, dan pendapatan. Sektor ini merupakan unit produksi dalam usaha rumah tangga yang dimiliki oleh rumah tangga (ILO: International Labour Organization, 2015).
Boleh jadi menggeliatnya bisnis online yang bisa dilakukan di rumah lebih banyak dipilih perempuan. Seiring meningkatnya teknologi informasi terutama internet. Melalui internet, segala informasi dapat diperoleh mudah dan cepat. Pemanfaatan internet beragam, salah satunya untuk aktivitas jual beli (e-commerce). Penduduk perempuan berumur 5 tahun ke atas yang mengakses internet meningkat secara perlahan dari 10,86% di 2011 menjadi 37,49% di 2018.
Peningkatan perempuan dalam mengakses internet bisa jadi meningkatkan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Hal ini terlihat pada Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan Pengeluaran. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga masih tetap menjadi penyumbang utama. Lebih dari separuh PDB adalah kontribusi dari konsumsi rumah tangga.