Sepandai-pandai tupai melompat, suatu sa’at akan jatuh juga.
Itulah peribahasa yang tepat sa’at melihat DEBAT CAPRES dan CAWAPRES yang pertama tempo hari.
Bagaimana tidak, salah satu Capres dan Cawapres menunjukkan jati diri sebenarnya yang selama ini ditutup-tutupi dengan sanjungan dan berita-berita yang selalu diunggulkan, tapi akhirnya jatuh diatas podium kehormatan untuk menjadi pemimpin Republik Indonesia.
Sangat jelas sekali perbedaan karakter dan kepribadian dari kedua Capres dan Cawapres tersebut, saling bertolak belakang.
Kubu Prabowo-Hata menilai masyarakat Indonesia masih dianggap bodoh dan gampang dibodohi dengan semua argumentasi dan janji-janji yang disampaikan, tentang penegakkan hukum, HAM, korupsi dan kesejahteraan.
Mereka tidak menyadari bahwa masyarakat Indonesia masih bisa mendengar dan melihat berita apa yang sedang terjadi di negeri ini, baik melalui media elektronik maupun cetak,.
Mereka, dengan tidak punya malunya menyampaikan argumentasinya penuh percaya diri, dengan meledak-ledak dan sedikit amarah, sedangkan mereka, Kubu Prabowo-Hatta, melakukan tindakan melawan hukum tersebut, dan masyarakat dianggap tidak tahu serta tidak bisa menilai dari orasi dan argumentasi yang disampaikan tersebut.
Lalu apa hasil dari pernyataan-pernyataan Prabowo-Hata yang mungkin tidak terpikirkan oleh mereka sa’at debat kemarin?
Di media social, banyak diupload kejadian-kejadian pelanggaran dan ketidak adilan tentang penegakkan hukum yang pernah mereka lakukan, komentar-komentar bernada miring, belum lagi pembenaran tentang isu pelanggaran HAM Prabowo oleh para mantan jenderal yang pernah jadi penyidik serta atasannya dan disiarkan oleh stasiun televisi swasta, yang notabene dilihat banyak orang diseluruh dunia.
Dalam hati saya, Prabowo-Hatta didukung oleh banyak partai Islam. Tidakkah mereka melihat, bahwa dalam Al Qur’an ada satu ayat yang tertulis :
Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu. ( QS. Al Baqarah : 147 )
Apakah mereka lebih memilih kehilangan Tuhannya daripada harta dan tahta? Dengan menyembunyikan kebenaran dan merekayasa suatu kejadian? Toh kebenaran itu akhirnya mereka ungkap sendiri hanya dengan satu pernyataan “ Tanya atasan saya“ dan jangan menyalahkan media apabila berlomba-lomba mencari keterangan siapa dan apa yang telah dilakukan Prabowo sebenarnya.
Alhasil dari semua mantan jendral purnawiran yang pernah menanganinya, memberikan penjelasan tidak jauh berbeda dan membenarkannya, bahkan dalam salah satu wawancara televisi swasta yang saya lihat, Prabowo mengatakan kepada Agum Gumelar di kanrtor Pepabri bahwa yang menyuruh penculikan adalah Soeharto, Presiden. ( Prime Time News, Metro TV, 10 Juni 2014 )
Bertolak belakan dengan Jokowi-Jusuf Kalla. Baik karakter, kepribadian dan cara penyampaiannya. Lebih kalem, tidak meledak-ledak apalagi menunjukkan amarah. Lebih banyak menunjukkan bukti dan bisa diterima akal pikiran dari semua penjelasan dan argumentasinya. Bahasanya bisa diterima semua kalangan masyarakat, dari yang pendidikan rendah sampai tinggi.
Jokowi-JK masih menganggap bahwa masyarakat Indonesia banyak yang pintar dan cerdas dilihat dari cara mencari para pembantunya, seandainya nanti dipercaya menjadi Presiden.
Memang masih ada kekurangan dalam arena debat kemarin, dan itu dimaklumi oleh banyak orang daripada yang mencelanya, yang tentunya dari pihak lawan. Paling tidak dari Jokowi-JK sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjawab semua pertanyaan yang disampaikan sesuai dengan alurnya dan memaparkan semua argumentasi dengan sederhana dan bisa dipahami semua golongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H