Kehadiran teknologi seperti, internet dan gadget memang memberikan dampak yang luar biasa pada kehidupan masyarakat. Banyak orang memanfaatkan teknologi tersebut untuk mempermudah melakukan berbagai aktifitas, misalnya transaksi perbankan, memperluas relasi, mencari jodoh, dan lainnya yang bersifat positif.
Meskipun memiliki segudang manfaat, sadar atau tidak, masyarakat hanya diajarkan untuk menggunakan suatu teknologi. Namun masyarakat kurang mendapatkan edukasi mengenai risiko dan bahaya dari sebuah teknologi seperti internet dan gadget. Hal tersebut diungkapkan oleh Chairman & Co-Founder Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja pada Jumat (23/10/2020) lalu.
Menurut Ardi, kurangnya edukasi akan memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat. Dimana kejahatan siber akan semakin marak terjadi dan merugikan masyarakat.
Laporan dari The International Criminal Police Organization (Interpol) 2020 dengan judul Cybercrime: Covid-19 Impact menyebutkan, sebanyak 59% kejahatan siber dunia disebabkan oleh phishing dan penipuan daring. Lalu diperingkat kedua, disusul dengan serangan malware/ransomware sebanyak 36%.
Sekretaris Jenderal Interpol Jurgen Stock mengatakan, serangan siber semakin meningkat di tengah pandemi. Dimana fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dan stakeholdernya akan mendapatkan serangan siber berupa virus ransomware. Ia juga menyarankan, agar pengelola rumah sakit dan stakeholdernya untuk melindungi sistem komputer mereka dengan keamanan yang lebih baik.
Sementara itu, kondisi serupa juga dialami di Indonesia. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat hingga saat ini, terdapat 7.535 aduan masyarakat terkait kejahatan siber dengan total kerugian ditaksir mencapai Rp 27,19 miliar.
"Pada umumnya, ancaman (siber) di Indonesia tidak jauh berbeda dengan ancaman di luar negeri," kata Ardi.
Senior Director of Lookout Security Engineering International, Tom Davison juga mengakui kelalaian dari masyarakat dalam menggunakan suatu teknologi turut menyumbang peningkatan pada jumlah kasus kejahatan di dunia siber.
"Untuk kerentanan perangkat lunak biasanya disebabkan karena men-download aplikasi di luar App Store atau Play Store dan tidak melakukan update aplikasi. Pengguna juga tidak menambahkan pin keamanan pada smartphone-nya," kata Tom.
Ardi Sutedja menambahkan, faktor itu juga terjadi karena perusahaan teknologi melupakan sesuatu hal yang begitu penting, yaitu edukasi.