Lihat ke Halaman Asli

Ketika Pasukan Itu Menyerang

Diperbarui: 16 Januari 2017   14:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di halaman pasar pagi, kalau sore berubah dari tempat parkir menjadiarena permainan anak-anak. Di atas trotoar, sudah penuh penjual pakaian. Tempatitu selalu ramai oleh pengunjung. Karena selain ada berbagai macam arenapermainan, di sana juga ada deretan warung tenda kuliner, penjual siomay, baksotusuk (kalau dalam bahasa kami biasa menyebutnya sate ojek), batagor, es kacanghijau, jagung bakar atau rebus, hanyalah sebagian dari ragam jenis makanan yangkami konsumsi hampir setiap kali kami jajan.

Di tempat lain selain halaman pasar pagi pun demikian. Misalnya, disekitar lapangan sepakbola, pertigaan, halaman toko swalayan, dan tempatlainnya. Berbagai jenis makanan ringan serta minuman biasa kami telan tanpapikir panjang. Tak peduli cuaca terik panas membakar atau hujan derasmenerjang, kebiasaan njajan berbagai makanan tersebut tak bisa kami tinggalkanbegitu saja. 

Kebiasaan itu sudah menjadi candu, mendarah daging. Kami tak bisamembayangkan apa yang akan kami lakukan tanpa ritual tersebut. 

Kegiatan yang berawal dari kebiasaan, kemudian menjadi ritual wajibyang selalu harus kami lakukan. Tak peduli habis gajian atau tanggal habisbulan, sama saja. Kami rela tidak membeli pakaian asalkan ritualtersebut tetap dapat kami jalankan. 

Bertahun-tahun sudah ritual itu kami lakukan,bahkan sudah sejak dari para pendahulu kami sebelumnya. Hingga anak keturunankami akhirnya melanjutkan tradisi ritual njajan tersebut, tentunya denganpilihan jenis makanan yang semakin bertambah. 

Lalu tibalah waktu yang kami takutkan akanterjadi. Kami tak lagi bisa leluasa menjalankan ritual jajan kami sepertibiasa. 

Semenjak kedatangan pasukan itu, kmi merasa seperti terintimidasi. Kamimerasa diawasi, merasa dibatasi. Jenis-jenis jajanan yang biasa kami nikmatisekarang ini seperti sudah tidak punya daya tarik lagi. Rasanya tawar,pesonanya hambar.

Serangan yang begitu frontal dan menusuk langsung ke pusat kehidupankami, begitu menyedot seluruh perhatian dan keinginan kami. Pasukan itu begitufasih memainkan segala strategi yang dengan segera mampu meluluhlantakkansegala pertahanan kami. 

Semua orang, termasuk kami, tiba-tiba berpaling dari semua jajanan yangsebelumnya kami nikmati. Semua dengan sukarela atau terpaksa harus maumengonsumsi jajanan jenis baru yang dibawa oleh pasukan itu. Seperti ada aturanyang menyeragamkan kami. Kami seperti robot yang dengan patuh menurut perintahdari pasukan itu. 

Semua berubah sejak pasukan itu menyerang. Kamiharus sembunyi, jika ingin menjalankan ritual yang telah biasa kami lakukan. Entah sampai kapan hal iniakan terjadi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline