Lihat ke Halaman Asli

Sayap Garuda yang Patah

Diperbarui: 19 Desember 2016   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Final Leg Kedua
Turun dengan skema 4-2-3-1 dan pemain persis sama yang dimainkan pada laga semifinal leg kedua melawan Vietnam, minus Andik Vermansyah yang digantikan oleh Zulham Zamrun, membuat Indonesia tampil bertahan dan mengandalkan serangan balik.

Tapi Thailand bukanlah Vietnam, Thailand yang disebut sebagai tim terbaik di Asia Tenggara saat ini adalah tim yang kuat dan sistematis dalam bermain. 

Defisit 1 gol tidak membuat Thailand bermain grusa-grusu alias terburu-buru. Mereka bermain dengan taktis dan sistematis. Menghajar sisi kanan pertahanan Indonesia yang dijaga oleh Benny Wahyudi yang tidak memperoleh back up sepadan dari Zulham Zamrun, membuat Indonesia kedodoran.

Sementara di tengah, tenaga Bayu Paradana seperti sudah dihabiskan di pertandingan final leg pertama di Pakansari yang lalu. Dia mudah diterobos, gagal mengcover pergerakan lawan. 

Juga lemahnya koordinasi antar pemain membuat permainan menjadi tidak berpola, seperti tidak berencana. 

Setiap kali mendapat kesempatan memegang bola tidak tahu harus kepada siapa bola dialirkan, akhirnya bola asal ditendang ke depan. Sementara Boaz Salossa terisolasi sendirian di depan. 

Sayap Garuda Yang Benar-Benar Patah.
Bagaimana dengan Rizky Pora dan Zulham Zamrun yang beroperasi di sayap kiri dan kanan lini serang  Indonesia?

Terlalu fokus pada pertahanan membuat pergerakan mereka berdua tertahan di tengah. Nyaris tidak ada tusukan-tusukan sebagaimana yang terlihat pada laga final leg pertama di Pakansari. Semua fokus membantu pertahanan yang dibombardir oleh pasukan Gajah Perang.

Bahkan beberapa kali terlihat Boaz, Zulham dan Stefano bergerak mengcover pergerakan lawan di kotak 16 meter.

Pergerakan sayap terlihat ketika Thailand mulai agak mengendur di penghujung babak kedua, tapi karena stamina pemain yang sudah terkuras sejak awal pertandingan membuat (lagi-lagi) koordinasi dan komunikasi antar pemain tidak jalan, berakibat serangan gagal dan berantakan.

Peluang terbaik diperoleh ketika Ferdinan Sinaga mendapat peluang yang langsung dieksekusi sendiri, padahal di dekatnya ada Boaz yang berdiri bebas dan mempunyai posisi yang lebih baik dalam mengeksekusi peluang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline