Lihat ke Halaman Asli

Perkawinan Wanita Hamil: Tinjauan Yuridis, Sosiologis, dan Religious

Diperbarui: 1 Maret 2023   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah pernikahan pada wanita hamil di masyarakat Indonesia merupakan hal yang serius. Sebabnya angka pernikahan wanita hamil di Indonesia terbilang cukup tinggi, walaupun menjadi hal tabu di masyarakat. Hamil di luar nikah dianggap sebagai aib dalam keluarga, dengan demikian wanita yang hamil harus segera dinikahkan untuk menghapus aibnya dari masyarakat. Tentunya ini menjadi masalah serius bagi remaja zaman sekarang, tidak hanya remaja karena ini juga akan menjadi masalah bagi keluarganya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi fenomena ini adalah kurangnya edukasi seksual atau edukasi tentang bahayanya seks bebas. Ditambah dengan semakin majunya teknologi, remaja mampu dengan mudah mengakses banyak hal-hal yang berbau pornografi. Hal ini juga menjadi faktor yang mempengaruhi fenomena menikah dalam keadaan hamil. Selain itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana bisa terjadinya pernikahan wanita hamil seperti pola asuh orang tua yang terlalu bebas, pergaulan bebas, lingkungan, dan masih banyak hal lainnya.

Ada faktor lain yang mendorong terjadinya perkawinan wanita hamil tersebut, yaitu faktor psikologis. Faktor ini keluar dari dalam diri wanita yang mana hal tersebut membuat dirinya melakukan perkawinan. Pertama, agar dirinya atau sang wanita ataupun keluarga terhindar dari aib serta rasa malu karena dirinya melakukan perbuatan tersebut serta melahirkan seorang anak yang tidak diketahui siapa bapak sahnya atau suami sang wanita. Adapun hal lain yang bisa mempengarusi psikis dari wanita tersebut adalah agar tidak merasa dirinya tertekan oleh situasinya pada saat itu dan akhirnya melakukan aborsi ataupun bunuh diri karena depresi. Kedua, agar sang wanita mendapatkan status yang sah untuk dirinya dengan cara melakukan perkawinan. Ketiga, agar memperbaiki nama keluarga, karena bila perkawinan tersebut tidak dilakukan maka akan berdampak tidak hanya pada sang wanita tetapi juga pada keluarga. Hal ini karena akan merusak nama keluarga dan dianggap aib bagi keluarga. Keempat, memberikan kepastian hukum kepada anak nantinya, agar anak tersebut terlahir sebagai anak yang sah.

Bagaimana pendapat para ulama' tentang pernikahan wanita hamil?

Menurut  Mazhab Hanafiyah berpendapat sebagai berikut;

1. Setatus pernikahan sah. Baik dengan laki -laki yang menghamilinya maupun dengan laki laki yang bukan menghamili.

2. Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melahirkan.

3. Boleh menikah dengan orang lain asalkan sudah melahirkan.

4. Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro

Kemudian pendapat kalangan Malikiyyah yaitu nikahnya tidak sah kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan itu harus memenuhi syarat yaitu harus taubat  terlebih dahulu.

Dan pendapat dari Imam Syafi'i lebih longgar, namun bukan berarti zina itu dilegalkan. Imam Syafi'i berkata kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon ketika itu haram kemudian dia beli pohon itu maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal? Itu sudah halal. Sama halnya dengan wanita yang hamil di luar nikah yang tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka jadi halal. Agar tidak salah paham apakah dia terbebas dari dosa berzina atau kah dia bebas dari murka Tuhan? Tidak. Dalam pandangan mazhab ini wanita yang zina tidak mempunyai iddah adapun jika melangsungkan pernikahan makanya tetap sah. Dan zina tetaplah zina.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline