“Ada tiga jenis diktatoriat yang kita tahu: Teokrasi yang berlandas agama, komunisme dengan rezim proletariat, dan fasisme dengan militernya!”
Kalimat itu disuarakan seorang aktivis 1998 yang saya lupa namanya siapa di acara ILC “Kontroversi Suharto Jadi Pahlawan Nasional”. Saya semata-mata ingat apa yang dikatakannya karena isinya memang membuat saya merinding. Bagaimana bisa orang bicara seyakin itu di hadapan publik tanpa hati-hati atau bahkan tahu artinya?
Yang saya maksud ialah mengenai rezim proletariat. Saya tak paham bagaimana rezim proletariat disamakan dengan kediktatoran sebagaimana teokrasi dan fasisme. Atas nama Hitler dengan nazinya, dia pun akan jijik dengan para buruh gembel miskin untuk disamakan bersama ras Arya yang Maha Agung.
Kalau Anda berkata proletariat adalah sebuah kediktatoran sebagaimana teokrasi, lantas apa yang akan Anda sebut sebagai demokrasi era reformasi ini? Kediktatoran para pemodal? Kediktatoran di mana iklan bisa dipasang di manapun tetapi orang kecil dilarang berjualang di trotoar? Kediktatoran di mana motor lawas tak bisa menikmati jalanan sedangkan raksasa otomotif bisa petantang petenteng dengan yang namanya green car? Green car my ass.
Tenang saudara, saya sama sekali tak bermaksud mengajak Anda menjadi komunis dengan mengatakan “my ass” pada kapitalis. Saya sendiri bukan komunis dan sangat benci pada paham itu. Tapi marilah kita jujur. Jujur dalam mencintai dan jujur dalam membenci. Saya ingin bilang, bencilah komunisme dengan kejujuran yang dicintai Tuhan dan masyarakat.
Dictatorship of proletariat yang dikatakan Marx merupakan wujud paling murni sebuah demokrasi. Demokrasi bagi Anda, saya, dan jutaan orang kecil untuk menentukan pembagian hasil produksi dan apa saja yang diproduksi. Bumi, air, dan kekayaannya bukan milik pemodal serta negara. Tetapi milik semua manusia di bumi ini.
Dan Anda samakan konsep ini dengan teokrasi serta fasisme?
Stalin, Lenin, Mao, atau siapapun yang Anda sebut komunis belum benar-benar berhasil menciptakan komunisme itu sendiri. Mimpi mereka mandeg di tengah jalan. Entah terbelenggu oleh kekuatan internal atau kekuatan eksternal.undefinedMari benci komunisme dengan jujur. Pahamilah dictatorship of proletariat dengan sepenuh hati, dengan kejujuran untuk melihat islam lewat paham yang murni, bukan lewat paham tambahan yang aneh-aneh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H