"Nis, ini rumah siapa yah? Tanyaku. Nisa hanya tersenyum, dan tanpa sepotong kata.
Setelah memperkenalkan aku dengan seorang perempuan setengah baya yang mengurus segala keperluan rumah, Nisa pun menghilang entah kemana, yang terdengar hanya deru kendaraan meninggalkan halaman rumah, kemudian senyap.
"Hai, namaku Lani. Panggil saja Ibu Lani. Di sini akulah dipercaya Pak Pras untuk mengurus segala keperluan rumah." Ucap perempuan setengah baya itu, sembari mengulurkan tangannya padaku.
Aku masih mematung, bingung dengan situasi yang sedang aku hadapi. Bayangan ketika masih di kampung sangatlah jauh dengan kenyataan yang terjadi setelah aku menginjakkan kaki di kota metropolitan. Aku membayangkan Nisa, hidup layaknya mahasiswa lain yang meninggalkan kampung halaman demi menuntut ilmu. Hidup pada rumah petak dengan segala keterbatasan dengan mengandalkan kiriman dari kampung.
Kehidupan orang tua Nisa di kampungpun jauh dari kata mewah. Orangtuanya hanyalah mengandalkan hasil kebun. Setau aku, sejak Nisa meningglkan kampung halaman untuk menimba ilmu, yang terdengar diperkampungan Nisa cukup berprestasi yang setiap saat sosoknya dibanggakan oleh orang tuanya pada warga-warga di kampung.
"Hei, kok melamun?" Suara Ibu Lani menganggetkanku.
"Eeeh, maaf Bu. Sejujurnya aku bingung."
"Kenapa bingung?"
"Ini rumah Nisa?" Ucapku sembari balik bertanya.
"Hhhh, ini rumah Pak Pras."