Lihat ke Halaman Asli

Sampai Saat Ini

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Kiara..." panggil seseorang yang sontak membuat langkahku menuju gerbang sekolah berhenti. Suara yang familiar. Aku menoleh dan mendapatimu tengah berdiri dihadapanku. Mataku membulat, hatiku pun berbunga, tidak menyangka bahwa kamu akan memanggil namaku sejelas itu.

Siang itu kamu terlihat berbeda. Dengan seragan sekolah yang dibalut jaket hitam. Membawa sebuah gitar ditangan kananmu dengan asal. You looked amazing!

"Ian? Ada apa?" tanyaku seketika. Kamu tersenyum dan mengangkat sebelah alismu. Tahukah kamu betapa indahnya kamu saat itu?

"Sibuk? Gue mau ngobrol," jawabmu to the point. Aku tersenyum dan menggeleng. Sebenarnya hari itu aku sangat sibuk. Aku harus pergi les untuk persiapan UAN dan juga mengajar di sanggar tari milik mama. Tapi aku tidak ingin melewatkan pembicaraan kita siang itu. Pembicaraan yang kuduga akan menjadi sangat menyenangkan.

Kamu berjalan mendahuluiku yang mengekor dibelakang. Menuju teras kecil di belakang kantin sekolah. Teras kecil dimana kali pertama aku melihatmu. Siapa yang menyangka aku akan kembali kesini bersamamu?

"Duduk," suruhmu sambil menepuk lantai kosong disebelah tempatmu duduk. Aku mendudukkan tubuhku disana.

Kau memangku gitarmu dan mengetuk-ngetuk bodynya dengan jari telunjukmu. Lalu mulai memainkan sebuah lagu yang akan membuat siapapun yang mendengarnya jatuh hati. Lagu Sempurna dari Andra And The Backbone.

"Oh, sayangku kau begitu sempurna..." Kamu mengakhiri lagu itu dengan sempurna lalu menoleh padaku dan tersenyum. Aku bertepuk tangan untuk permainanmu yang indah itu.

"Kira-kira kalau gue nembak Shasha pake lagu itu, gue bakal diterima gak, ya?" Pertanyaan yang seketika membunuhku. Apa ini tujuanmu mengajakku berbicara? Hanya untuk menanyakan pendapatku tentang hal menyakitkan itu?

"Ra, kok lo diem aja, sih?" tanyamu lagi sambil menyenggol lenganku dengan sikumu. Aku tersenyum kecut.

"Pasti diterima, kok. Siapa juga yang gak luluh sama permainan lo tadi?" jawabku sekenanya. Siang itu aku merasa bodoh. Seharusnya aku tahu kalau kamu hanya menganggapku sebagai sahabat dan gak lebih. Harusnya aku juga sadar kalau disana, didalam hatimu itu hanya ada nama Shasha. Sahabatku. Bahkan sampai hari ini saat aku menulis kisah ini pun semuanya masih sama. Tidak ada hatimu.

Bisakah kamu lihat? Bisakah kamu rasakan? Rasa sakit yang menggerogoti hatiku saat melihatmu mengecupnya seperti saat ini? Dihadapanku!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline