Lihat ke Halaman Asli

Gara-gara Kecam SBY, Apakah Netizen dan Redaksi Koran Didatangi Aparat?

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di jagat maya, netizen ramai-ramai menulis bahwa Indonesia sekarang menjadi tidak demokratis. Media utama, seperti Kompas, Media Indonesia, dan sebagainya, ikut menyebutkan bahwa pengesahan UU Pilkada yang membuat pemilihan kepala daerah dilakukan secara tidak langsung  telah memberangus demokrasi.

Saya kaget membaca semua pernyataan itu. Masak sih Indonesia menjadi tidak demokratis? Masak sih Indonesia kembali ke era Orde Baru?

Saya termasuk orang yang menyayangkan pilkada dilakukan lewat DPRD, tapi rasanya saya tetap waras untuk tidak menyebut Indonesia menjadi tidak demokratis.

Negara demokrasi dibangun atas sejumlah hal.

Pertama, ada pemilu reguler yang dilangsungkan secara bebas. Setelah RUU Pilkada disahkan menjadi Undang-undang, apakah pemilu reguler di Indonesia hilang? Bukankah mereka yang pro pilkada langsung bisa menghukum partai yang pro pilkada lewat DPRD dengan tidak memilih mereka dalam pemilu 2014?

Kedua, sebuah negara disebut demokratis kalau ada kebebasan pers di negara itu. Apakah setelah RUU Pilkada disahkan menjadi UU Pilkada, surat-surat kabar diberangus seperti di Korea Utara? Atau hanya ada satu stasiun televisi yang diperbolehkan siaran? Rasanya nggak. Kompas dan Media Indonesia tetap bebas merdeka menurunkan tulisan yang mengecam habis-habisan presiden, partai politik pendukung pilkada lewat DPRD, dan sebagainya.

Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Maksud dari aturan ini adalah pilkada tidak harus dilakukan langsung, asalkan demokratis. Hanya pemilihan Presiden yang secara tegas disebut dalam UUD 1945 (hasil amandemen) untuk harus dipilih langsung.

Setelah Orde Baru tumbang, pemilihan kepala daerah lewat DPRD dilakukan Indonesia hingga sekitar tahun 2002-2003. Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto, misalnya, terpilih kembali pada tahun 2003 dalam proses pilkada lewat DPRD Jateng.Waktu itu, Mardiyanto mengalahkan Ketua DPD PDI-P Jateng, Mardio.

Jadi, uji materi UU Pilkada ke MK kemungkinan besar tidak akan dikabulkan karena konstitusi jelas menyebutkan bahwa pilkada dilakukan secara demokratis,  tidak harus langsung.

Selain itu, netizen rasanya agak lebay dengan menyebut demokrasi di Indonesia hilang atau diberangus.  Setelah asyik membuat twit bertagar #ShameByYou, bukankah netizen tetap bisa jalan-jalan di mal dengan aman bersama keluarga atau pacar? Tidak ada aparat militer yang menangkap pengkritik seperti di era Orba? Apakah Redaksi Kompas didatangi aparat dan ditekan supaya tidak mengecam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?Rasanya nggak deh....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline