Setelah menonton acara kuis di televisi tadi malam, rasa ingin tahu saya sedikit tergelitik untuk mencari tahu penjelasan tentang revolusi. Saat saya mendengar kata revolusi, sebelumnya saya langsung membayangkan tentang proses perubahan (terutama dalam struktur politik, ekonomi, dan sosial) yang terjadi dengan cepat dan disertai dengan tindakan kekerasan.
Keterbatasan bahan bacaan saya sebelumnya dan pengaruh tontonan semasa kecil membuat saya berpikir bahwa revolusi tidak dapat terjadi dengan cara yang damai. Ternyata, banyak contoh revolusi yang pernah terjadi di dunia berlangsung dengan damai dan memperoleh hasil yang baik. Tapi, untuk menambah wawasan atau mengingatkan kembali, maka saya ingin sedikit membahas tentang alasan revolusi dapat terjadi dan dampak apa yang timbul akibat proses itu.
Alasan utama dari revolusi adalah ketika kondisi sosial, politik, atau ekonomi suatau negara atau masyarakat mencapai titik ketidakpuasan yang ekstrem. Misalnya Revolusi Perancis (1789-1799) yang terjadi karena adanya ketimpangan ekonomi antara rakyat yang menanggung beban pajak yang berat sementara kaum bangsawan tidak membayar pajak sama sekali.
Krisis pangan pada saat itu yang disebabkan oleh gagal panen disertai dengan harga pangan yang melonjak juga memaksa banyak rakyat hidup dalam kelaparan. Selain itu, kelompok bangsawan juga memiliki kekuasaan besar dan menikmati hak istimewa, sementara mayoritas rakyat hidup dalam kemiskinan tanpa hak politik yang signifikan semakin membuat rakyat kecewa dan marah.
Represi politik ekstrem juga dapat memicu terjadinya revolusi. Seperti pada masa Shah Mohammad Reza Pahlavi yang memicu terjadinya Revolusi Iran pada tahun 1979. Rezim Shah sangat membatasi kebebasan politik rakyat Iran dengan melarang oposisi dan hanya mengizinkan partai-partai yang mendukung kekuasaannya. Pemerintahannya menggunakan polisi rahasia, SAVAK, untuk menindak keras para penentang, dengan melakukan penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, dan eksekusi terhadap mereka yang dianggap sebagai ancaman.
Selain itu, Shah memaksakan program modernisasi dan sekularisasi yang tidak disukai oleh banyak rakyat Iran. Rezim Shah juga dianggap korup dan terlalu bergantung pada dukungan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, yang membuat banyak rakyat merasa bahwa Iran sedang dijajah oleh kepentingan asing. Kombinasi represi politik dan kebijakan yang tidak populer ini memicu kemarahan rakyat, yang akhirnya bersatu untuk menggulingkan pemerintahan Shah dan membentuk Republik Islam Iran di bawah pimpinan Ayatollah Khomeini.
Revolusi akan membawa dampak yang signifikan pada suatu pemerintahan dan masyarakat. Misalnya Revolusi Perancis yang mengubah sistem pemerintahan dari monarki absolut menjadi demokrasi. Revolusi Iran mengakhiri monarki otoriter di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi menjadi Republik Islam yang dipimpin oleh Ayatollah Khomeini.
Proses revolusi juga akan membawa perubahan pada bidang sosial, ekonomi, ideologi, dan budaya yang akan membawa masyarakat pada kondisi yang jauh lebih baik. Meskipun demikian, revolusi juga dapat membawa dampak buruk, misalnya ketidakstabilan dan kekerasan. Contohnya adalah Revolusi Rusia pada 1917 yang memicu perang saudara antara kaum Bolshevik dan pendukung monarki.
Revolusi tidak selamanya harus dilakukan dengan kekerasan. Ada beberapa revolusi di dunia yang dilakukan dengan cara damai. Salah satu yang paling terkenal adalah Revolusi Beludru yang terjadi di Cekoslovakia tahun 1989. Pada saat itu, rakyat Cekoslovakia berhasil menggulingkan pemerintahan komunis secara damai melalui serangkaian protes dan demonstrasi besar-besaran. Revolusi Beludru mengubah sistem pemerintahan Cekoslovakia menjadi demokratis. Namun adanya ketegangan etnis yang semakin meningkat membuat negara ini berpisah secara damai pada 1993 menjadi negara berdaulat Republik Ceko dan Slovakia.
Contoh lain revolusi damai adalah Revolusi Mawar di Georgia pada tahun 2003. Penyebabnya adalah adanya kecurangan dalam pemilu dan keinginan untuk demokrasi yang lebih terbuka. Masyarakat melakukan aksi damai memaksa Presiden Eduard Shevardnadze untuk mundur dari jabatannya dan diadakannya pemilihan umum ulang. Hal serupa juga pada Revolusi Oranye di Ukraina pada tahun 2004. Rakyat Ukraina melakukan protes damai besar-besaran setelah tuduhan kecurangan dalam pemilu, yang menyebabkan pemilihan ulang dan kemenangan Viktor Yushchenko.