Apakah ada salah satu dari kita yang menerima anak dari hati yang paling dalam, tetapi merasa bosan dan lelah menerima anak? Jawabannya, tentu tidak. Pernahkah Anda memperhatikan sebuah fenomena, Mengapa anak terkadang lebih suka bersama teman-temannya daripada bersama orang tuanya? Bukankah hal ini mengurangi peran penting Anda sebagai orang tua dalam proses tumbuh kembang Anak?
Barangkali hal ini dipicu oleh tembok pemisah antara orang tua dan anak, dengan dalih cinta untuk anak. Secara tidak sengaja Anda telah membuat tembok pemisah ini semakin hari semakin tinggi. Lantaran cinta Anda tidak sehari-hari.
Perlindungan dianggap sebagai cinta oleh anak. Bahkan, dianggap sebagai pengekangan atau tindakan protektif yang berlebihan terhadapnya. Jika kita memang mencintai anak-anak kita, lalu Mengapa kita tidak berdialog dan berbicara dengan mereka? Mengapa pula kita tidak menyingkirkan sesuatu yang mengekang kemerdekaan mereka?
Keluarga dan anak-anak adalah zona aman yang bisa kita gunakan untuk berlindung dari kerasnya hidup. Jika demikian, lantas Mengapa zona aman ini berubah menjadi penjara? Mengapa kita merasa asing tinggal di rumah sendiri? Mengapa kita tidak berdialog dan enggan mengungkapkan rasa suka dan duka? Mengapa kita tidak berdialog dengan anak-anak kita, padahal merekalah yang kita harapkan menjadi penerus kita dan masa depan kita? Mengapa pula kita tidak menyesuaikan diri, padahal inilah solusi untuk menghadapi kesulitan yang kaku ini.
Sebelum melakukan dialog dengan anak, maka Anda harus memercayai perintah dan larangan yang semena- mena sama sekali tidak efektif dan tidak akan dilakukan oleh anak dengan baik sampai kapan pun. Anda tidak akan mampu membangun komunikasi yang baik jika Anda tidak mengubah diri Anda. Ya, Anda harus mengubah diri dan cara berpikir Anda. Namun, Apa yang Harus Saya Ubah?
- Tradisi atau adat yang Anda anut tidak selamanya benar. Berusahalah untuk menerima perubahan dan koreksi selama hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Anda dan norma agama dan masyarakat.
- Kita sering mencoba untuk merubah pemikiran dan pandangan orang lain, dan kita mencoba memotivasi mereka ke arah Pencerahan, tetapi kita tidak mencoba untuk menasihati diri kita sendiri.
- Kita harus percaya pada karakteristik dan kemampuan masing-masing orang. Arti, latar belakang kita dan anak-anak pasti akan berbeda dengan kita. Mengapa kita memaksa anak-anak kita harus seperti kita? Mereka harus berbicara sebagaimana kita berbicara? Apakah kita merasa nyaman saat 'memaksa' anak untuk jadi seperti kita? Apakah kita menuntut agar kura-kura melompat-lompat seperti kelinci?
- Kita harus meyakini pengalaman hidup memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk membentuk perilaku manusia. Barangkali berkat pengalaman inilah seseorang menjadi lebih baik. Kadang, anak kita tidak menerima arahan kita. Jika demikian, mengapa kita membiarkan mereka melakukannya ? Apakah supaya belajar mereka belajar dari pengalaman?
- Barangkali ada yang tidak sepakat dengan hal ini, bahkan saya pernah bertannya pada diri saya sendiri "Untuk apa pengalaman saya selama ini jika pengalaman itu tidak bermanfaat untuk anak saya?"
- Kita harus mencermati kenyataan yang ada pada diri kita-anak kita. Kadang, kenyataan ini tidak menyenangkan dan kadang tidak sesuai dengan idealis kita. Jadi, saat berdialog dengan anak, terkadang kita menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan.
- Harus diingat,bahwa berdialog dengan anak bukanlah urusan gampang. la ibarat bangunan besar dan megah yang harus kita rawat setiap hari. Hal ini harus benar-benar diperhatikan sebelum kita belajar berdialog dengan anak.
- Seyogianya kita mengerti sepenuh hati dan benar-benar mengerti apa yang kita raih sampai hari ini adalah untuk saat ini saja. Sementara masa depan adalah milik anak-anak kita. Jadi, Mengapa kita tidak merencanakan untuk membangun generasi yang bahagia dan memiliki cakrawala pemikiran yang terbuka? Hal ini tidak akan pernah tercapai kecuali dengan cara berdialog dan berdiskusi secara terarah.
Selanjutnya kita harus menyadari dialog dapat meningkatkan kualitas interaksi anak kepada orang lain. la mampu menghargai orang lain dan menghargai perasaan mereka. Jadi, penuhilah kebutuhan psikis anak. Hindarkan anak dari sikap fanatik terhadap satu pendapat saja saat berdialog.
Saya tidak memaksa para orang tua untuk sepakat dengan poin-poin di atas. Namun, saya berharap para orang tua memerhatikan sisi penting dari poin-poin itu. Rencanakanlah yang terbaik untuk anak Anda dan ubahlah cara Anda saat berdialog dengan anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H