Kita hadapi dengan ringan hati saja, bahwa Pertemuan Tahunan Bank Dunia -- IMF di Nusa Dua, Bali, 8 -- 14 Oktober 2018 itu menghabiskan uang 900 miliar rupiah. Ada 36.339 peserta dari 189 negara hadir di sana.
Seluruh gubernur bank sentral dan menteri keuangan anggota IMF -- Bank Dunia adalah key persons yang membahas isu-isu penting pembangunan dunia. Pariwisata terdongkrak, citra Indonesia melambung, penyelenggaraannya sukses, demikian penjelasan pemerintah.
Ada sekitar 14.000 bayi lahir setiap hari di Indonesia, sepertiganya dibayang-bayangi ancaman stunting, 9 juta balita sudah positif stunting. Jumlah itu adalah 35 persen dari total populasi balita. Ini fakta, seperti fakta kemiskinan di Indonesia yang katanya menurun, tapi bukan lantaran orang-orang miskin itu jadi sejahtera, melainkan garis kemiskinan di Indonesia yang diturunkan lebih rendah dari 1,9 dolas AS per hari per orang, sebagaimana ketetapan Bank Dunia.
Orang Indonesia diisebut miskin jika biaya hidupnya Rp 401.220/kapita/bulan. Dihitung per hari sama dengan 13.374 rupiah atau kurang dari satu dolar AS. Stunting merebak karena kemiskinan.
Padahal pertemuan tahunan Bank Dunia -- IMF itu membahas masalah indeks modal manusia (HCI: Human Capital Index). Menurut Bank Dunia, modal manusia adalah akumulasi pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan sepanjang hidup manusia, yang memungkinkan mereka menyadari potensi mereka sebagai anggota masyarakat yang produktif. Untuk itu, dibutuhkan investasi pada manusia melalui nutrisi, perawatan kesehatan, pendidikan berkualitas, pekerjaan dan keterampilan.
Untuk mengetahui modal manusia di setiap negara, Bank Dunia sudah menggelar Human Capital Project (HCP) sepanjang tahun 2018. Setelah itu dilakukan pemeringkatan. Hasilnya, Indonesia berada diperingkat ke-87 dari 157 negara. Posisi Indonesia lebih buruk ketimbang lima negara ASEAN lainnya. Singapura peringkat 1, Vietnam 48, Malaysia 57, Thailand 68, Filipina 82. Indonesia hanya lebih tinggi dari Kamboja (99), dan Myanmar (107).
Dunia tahu Indonesia berada dalam ancaman stunting yang sangat akut. Bank Dunia sudah menyetujui pinjaman besar untuk nutrisi yang lebih baik bagi anak-anak Indonesia sejak Juni 2018. Jumlahnya tidak main-main, yaitu 400 juta dolar AS. Tapi masyarakat Indonesia kebanyakan masih buta (atau sengaja dibutakan?) akan bahaya besar stunting ini.
Bank Dunia sendiri yang mengeluarkan rilisnya, bahwa pinjaman sebesar 400 miliar dolar AS itu adalah untuk Nutrition and Early Years Program, dalam rangka mengurangi bahaya stunting dengan meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan bagi ibu hamil dan anak-anak di bawah usia 2 tahun, dari kesehatan sampai masalah pendidikan dan kebersihan.
Pinjaman ini, katanya, untuk tujuan khusus, sebagai dukungan terhadap Strategi Nasional di Indonesia dengan biaya sebesar 14,6 miliar dolar AS, untuk mempercepat usaha pencegahan stunting, yang akan menjangkau 48 juta ibu hamil dan anak-anak di bawah usia 2 tahun dalam empat tahun ke depan.
Pertanyaan besarnya, kenapa masyarakat Indonesia sedikit sekali yang tahu soal stunting ini? Tentang gizi buruk yang melanda banyak keluarga miskin? Tentang satu dari tiga bayi terkena stunting? Yang menjadikan modal manusia Indonesia ini hampir separuhnya tidak berkualitas?
Drop out di usia sekolah, tidak bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi, tidak siap beradaptasi dengan perkembangan sains dan teknologi, kalah dalam persaingan, paling banter jadi tenaga kerja kasar, lalu mengidap banyak penyakit yang tidak bisa disembuhkan pada usia dewasanya.