Lihat ke Halaman Asli

Stunting, Negara Gagal, dan Sedekah Keluarga Indonesia

Diperbarui: 21 September 2018   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepanjang 2018, tidak banyak media massa nasional yang merilis laporan WHO terkait stunting di Indonesia. Republika (24/1/2018), satu dari sedikit media yang mengungkap ketetapan WHO mengenai batas toleransi stunting, yaitu 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan Balita.

Fakta tahun ini di Indonesia, 7,8 juta dari 23 juta anak atau 35,6 persen adalah penderita stunting. Sebanyak 18,5 persen berkategori sangat pendek dan 17,1 persen pendek. WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi buruk. Satu dari tiga balita Indonesia pengidap stunting.

Tiga tahun lalu, Bank Dunia merilis laporan di bawah judul, 'Beban Ganda Malnutrisi di Indonesia', dikutip oleh Indonesia Investment, 25 April 2015, menyebutkan 37,2 persen anak Indonesia di bawah usia 5 tahun dalam kondisi stunting (artinya bertubuh kecil menurut umurnya) dan menderita gizi buruk yang kronis.

Fakta ini menempatkan Indonesia pada peringkat kelima tertinggi pengidap stunting di dunia. Laporan itu juga menyebut 19,6 persen anak Indonesia di bawah usia 5 tahun (atau setara 4,4 juta) berberat badan rendah sebagai akibat malnutrisi. 'Di Indonesia, Kesadaran publik tentang isu ini sangat rendah,' demikian laporan Bank Dunia.

Tiga tahun terjadi pembiaran. Tidak ada intervensi, program, dan kebijakan yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mengatasi masalah kronis ini. Jutaan balita sejak tiga tahun lalu, sekarang sudah memasuki masa kanak-kanak.

Itu artinya sudah tidak ada lagi kesempatan menyelamatkan hampir separuh generasi yang berumur di bawah lima tahun pada 2015 -- 2018. Stunting tidak bisa disembuhkan. Dampak buruknya bakal bertahan seumur hidup. Mereka, generasi milenial, yang digadang-gadang jadi berkah demografi Indonesia di masa depan, malah bisa jadi beban.

SEBAB

Stunting terutama disebabkan oleh kurangnya asupan gizi atau karena gii buruk pada usia pertumbuhan, yaitu 1 -- 5 tahun. Dua sebab kerap menjadi sandarannya, yaitu (1) kurang sadarnya ibu dan keluarga untuk memenuhi gizi anak; dan (2) kemisikinan keluarga itu sendiri.

Sebab pertama disebut alasan kultural, sebab kedua bersifat struktural. Yang pertama lebih disukai pemerintah ketika hendak melakukan kegiatan penyuluhan, sementara yang kedua lebih banyak ditutup-tutupi. Padahal, justru yang kedua itu yang lebih mendekati kebenaran.

Gizi anak, selalu jadi prioritas setiap ibu. Tanpa harus diajari, setiap ibu memiliki naluri kuat untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. Jika ibu dan keluarganya tidak miskin, niscaya kebutuhan nutrisi bagi anak-anaknya akan tercukupi.

Menyoal kemiskinan itu sendiri, pemerintah lebih menyukai alasan kultural daripada struktural. Secara kultural kemiskinan bisa terjadi karena masyarakat tidak terdidik, tidak terlatih, dan malas bekerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline