Lihat ke Halaman Asli

Menjawab Maklumat 9 Tergugat

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah jawaban terhadap Maklumat yang dimuat Harian Media Indonesia, halaman 3, Edisi Rabu, 18 Mei 2011

Penyebaran informasi yang dilakukan oleh pihak Thoby Mutis Cs. di media massa dalam beberapa hari terakhir menjelang eksekusi pengadilan (19 Mei 2011) memerlihatkan usaha-usaha yang sengaja mengaburkan duduk perkara hukum yang sebenarnya. Sembilan tergugat, termasuk Thoby Mutis, bersikukuh mengatasnamakan kelompoknya sebagai representasi Universitas Trisakti atau civitas akademika. Mereka mencoba memberi kesan kepada publik bahwa sengketa itu terjadi antara Universitas Trisakti dengan Yayasan Trisakti. Padahal sengketa itu hanya melibatkan sembilan orang karyawan Universitas Trisakti sebagai tergugat yang sudah dinyatakan bersalah dan kalah oleh Pengadilan Negeri sampai di tingkat Mahkamah Agung, melawan Yayasan Trisakti, yang sudah dinyatakan benar dan menang oleh pengadilan.

Informasi yang disebarkan oleh pihak Thoby Mutis Cs., setelah dicermati, ternyata bisa dikelompokkan ke dalam tiga kategori saja, yakni: (1) penyebutan peraturan, keputusan, dan tafsirannya sendiri yang hanya menguatkan pihaknya; (2) pengaburan duduk perkara hukum; dan (3) seruan-seruan yang bersifat provokatif.

Menyoal kategori pertama, peraturan dan keputusan yang disebutkan: Peraturan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 014/dar-1965 tanggal 15 Nopember 1965 yang di dalamnya terangkum SK Menteri PTIP No. 01/dar-tahun 1965 tanggal 11 Oktober 1965, Instruksi Menteri PTIP No. 01/dar-tanggal 11 Oktober 1965, Instruksi Menteri PTIP No. 07/dar-tahun 1965 tanggal 18 Oktober 1965, SK Menteri PTIP No. 09/dar-tahun 1965 tanggal 4 Nopember 1965, SK Menteri PTIP No. 012/dar tahun 1965 tanggal 13 Nopember 1965 dan SK Menteri PTIP No. 013/ dar-tahun 1965 tanggal 15 Nopember 1965.

Semua peraturan , instruksi dan keputusan Menteri PTIP itu, pastilah sudah dikemukakan di meja pengadilan oleh pihak tergugat melalui pengacaranya yang sudah dinyatakan kalah oleh hukum, hanya untuk menunjukkan peran pemerintah dalam pembukaan kembali Universitas Trisakti. Dalam konteks sejarah, pembukaan kembali oleh pemerintah itu sebagai bukti tanggung jawab pemerintah terhadap nasib mahasiswa yang belajar di Universitas Res Publika dan seluruh civitas akademika yang sudah ada sebelumnya. Sementara yang dilihat oleh pihak Thoby Mutis, jauh di kemudian hari, fakta itu sebagai celah untuk men-delegalisasi keberadaan Yayasan Trisakti yang sudah benar secara hukum. Persoalan pendirian Yayasan Trisakti yang berjarak waktu dua bulan kemudian (bukan satu tahun seperti yang disebutkan pihak Thoby Mutis), adalah langkah penataan kelembagaan Universitas Trisakti agar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Jika harus disebutkan juga, peraturan itu termaktub dalam UU. No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi dan mekanisme pendirian Perguruan Tinggi Swasta. Maka Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0281/U/1979 tentang Penyerahan Pembinaan dan Pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti, sudah sangat-sangat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Seiring berjalannya waktu, aspek legal kelembagaan Universitas Trisakti hubungannya dengan Yayasan Trisakti mendapatkan penyempurnaan demi penyempuranaan. Kita bisa melihat dalam beberapa peraturan sebagai berikut:

PP No. 60 tahun 1999, yang berisi: ...perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat selain memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini harus pula memenuhi persyaratan bahwa penyelenggaranya berbentuk yayasan atau badan yang bersifat sosial. Ketentuan yang sama juga termaktub dalam PP No. 17 tahun 2010 jo PP 66 tahun 2010, sebagai pengganti PP No. 60 tahun 1999dalam pasal 58 G PP. No. 66 tahun 2010:

(1) Organ dan pengelolaan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat menggunakan tata kelola yang ditetapkan oleh badan hukum nir laba yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2) Pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam pasal 49 ayat (2): Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, evaluasi yang transparan, akses berkeadilan.

Sekali lagi, argumentasi dari kedua pihak itu tentu sudah dikemukakan di pengadilan. Dan seharusnya sengketa antara tergugat Thoby Mutis dan delapan rekannya melawan Yayasan Trisakti sudah selesai, jika Thoby Mutis Cs. berjiwa besar dan taat hukum.

Menyoal kategori kedua (pengaburan duduk perkara hukum), mulai dari judul Maklumat, sub-sub judulnya, sampai ke identitas yang mengeluarkan maklumat, sangat kentara mengaburkan duduk perkara hukum. Judul ‘Menuju Universitas Negeri Trisakti’, sangat-sangat salah kaprah. Persoalan sebuah PTS menjadi negeri,adalah perkara serius secara hukum. Negara sudah memiliki undang-undang yang mengatur sistem pendidikan nasional. Dan bagaimana mungkin pihak Thoby Cs. mendorong-dorong negara untuk melanggar undang-undangnya sendiri? Untuk masalah ini, saya hanya bisa menyarankan pihak Thoby Cs. dan pengacaranya untuk membaca dengan teliti Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional; Undang-undang Nomor 16Tahun 2001, Tentang Yayasan; Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan; sekaligus baca juga Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010, Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan PP Nomor 66 Tahun 2010, Tentang Perubahan atas Peraturan Pemeritnah Nomor 17 Tahun 2010. Semua peraturan yang termaktub dalam Undang-undang dan PP itu, tidak memberi celah perubahan status PTS menjadi PTN, kecuali atas permintaan Yayasan yang menjadi badan penyelenggara dari PTS.

Pengaburan duduk perkara hukum juga terjadi dalam penyebutan Universitas Trisakti dan civitas akademika yang berhadapan dengan Yayasan Trisakti. Padahal duduk perkara hukum yang sebenarnya adalah antara sembilan orang tergugat, yang sudah dinyatakan kalah dan bersalah oleh pengadilan, termasuk Thoby Mutis, dengan Yayasan Trisakti yang sudah dinyatakan menang dan benar menurut hukum. Sembilan orang tergugat itu menyebutkan diri mereka sebagai Pimpinan Senat dan Pimpinan Universitas Trisakti. Padahal, kalau kita ingat lagi, bahkan jabatan Rektor Thoby Mutis saja sudah tidak memiliki kekuatan hukum, sejak dirinya dikeluarkan oleh Yayasan Trisakti pada 4 September 2002.

Karena itu, pelaksanaan eksekusi pada 19 Mei 2011 semata-mata adalah eksekusi terhadap sembilan orang tergugat yang sudah dinyatakan kalah dan bersalah oleh hukum, bukan sekali-kali eksekusi terhadap civitas akademika apalagi Universitas Trisakti. Substansi hukum inilah yang terus dikaburkan oleh pihak Thoby Mutis Cs. dalam penyebaran informasinya.

Seruan-seruan yang bersifat provokatif, sangat kentara dalam maklumat itu. Publik yang berpikir jernih tentulah tidak akan terprovokasi. Coba cermati kalimat di bawah sub judul ‘Permohonan Perlindungan Hukum’ (paragraf pertama) dalam Maklumat itu: Yayasan Trisakti yang telah berubah menjadi swasta tersebut oleh beberapa oknum dijadikan sarana untuk menguasai Usakti dengan berbagai macam cara, termasuk melalui jalur pengadilan. Ini adalah bentuk tuduhan yang sangat serius. Yayasan Trisakti sudah lama mengelola Universitas Trisakti. Jauh sebelum Thoby Mutis Cs. bekerja di Universitas Trisakti. Kata ‘oknum’ sebenarnya lebih tepat dilekatkan kepada sembilan tergugat itu, karena sudah membawa-bawa nama Universitas Trisakti dan civitas akademika dalam perkara hukum yang hanya menyangkut sembilan orang terugugat itu.

Seruan takkurang provokatifnya juga bisa dibaca dalam paragraf dua di bawah anak judul tersebut. Kata ‘oknum-oknum’ disebut lagi, sebagai usaha mendiskreditkan pihak Yayasan Trisakti. Dan dalam paragraf lanjutannya, kita bisa merasakan bagaimana mereka menempatkan dirinya seolah-olah sebagai korban yang memelas-melas yang meminta perlindungan negara. Coba simak:

Untuk itu, melalui maklumat ini, sebagai korban dari oknum-oknum tersebut, Universitas Trisakti dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan perlindungan hukum kepada Negara Republik Indonesia yang dahulu melahirkan Usakti.

Sebagian kita mungkin bakal mengelus dada membaca kalimat seperti itu. Dan bakal tercengang kalau dipahami konteksnya. Oknum yang dimaksud adalah Yayasan Trisakti, yang sudah menempuh proses hukum di semua tingkatan pengadilan dalam menghadapi sembilan tergugat yang sudah dinyatakan kalah dan bersalah. Penyebutan ‘Universitas Trisakti’ dipakai untuk menutupi sembilan tergugat yang dimaksud dalam putusan pengadilan. Kemudian pengajuan ‘permohonan perlindungan hukum kepada Negara Republik Indonesia’ mencerminkan ketidakpahaman penulisnya bahwa penyelenggaraan Negara Republik Indonesia ini mengacu kepada Undang-Undang. Khusus mengenai masalah pendidikan, Negara RI sudah memiliki Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional seperti yang sudah disebutkan di atas.

Melihat sepak terjang pihak Thoby Mutis, kita hanya bisa menyebut mereka sebagai orang-orang kalap, karena ambisinya menguasai Universitas Trisakti terjegal oleh hukum dan keadilan yang ada negeri ini. Maka tidak heran jika dosen-dosen Universitas Trisakti menyatakan keprihatinannya, yang penulis terima lewat surat elektronik (email). Pernyataan ini dibuat setelah pihak Thoby Mutis Cs. mengajak para dosen untuk membuat kebulatan tekad melawan eksekusi Pengadilan. Pada waktunya, tidak ada dosen yang hadir pada acara itu. Akhirnya Dosen Universitas Trisakti mengeluarkan sebuah pernyataan. Begini bunyinya:

Kami dosen Universitas Trisakti menyadari sepenuhnya suasana tidak kondusif yang telah berlarut-larut akibat ulah beberapa oknum di Universitas Trisakti. Kondisi ini menghambat perkembangan Universitas Trisakti secara keseluruhan, baik ditinjau dari aspek mutu akademik, penurunan jumlah mahasiswa dan aspek non akademik seperti kesejahteraan dosen, karyawan, dan mahasiswa, serta sarana prasarana.

Untuk itu kami sangat mengharapkan masalah ini segera diselesaikan dengan jalan semua pihak mematuhi putusan Mahkamah Agung nomor 821 K/PDT/2010.
Kita sebagai akademisi harus memberi contoh yang benar dengan mematuhi semua peraturan termasuk Putusan Mahkamah Agung di atas. Berikan kesempatan kepada aparat untuk melakukan eksekusi terhadap 9 orang termohon eksekusi secara damai.

Demikian pernyataan kami untuk diketahui oleh semua pihak.

Jakarta, 17 Mei 2011
Dosen Universitas Trisakti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline