Lihat ke Halaman Asli

Dues K Arbain

Menulis untuk membungkam pikun

Nge-Fiksi Itu Nggak Gampang?

Diperbarui: 12 November 2015   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Nge-fiksi itu memang nggak mudah. Itu menurutku sih. Karena berdasarkan pengalaman selama ini susah sekali. Untuk memulai mencari tema aja sulitnya minta ampun. Bahkan mencari kata pertama pun terkadang berlarut-larut sampai berlarut malam benaran. Lha, mau bikin judulnya jua nggak dapat-dapat.

Lalu kenapa sekarang aku jadi Nge-Fiksi?

Bermula bertemu dengan Mas Erri Subakti di Hotel Santika Tanah Abang, di bulan Oktober 2013, dari ngobrol ngaral ngidul dan kebetulan pula beliau abis louching buku “Smiling Death” bersama Mbak Arimbi Bimoseno akhirnya aku mulailah sedikit-sedikit berfiksi.

Puncaknya, aku terjerat pada tulisan-tulisan Desol Desy yang selalu fenomenal menurutku, ditambah membaca puisinya Kang Rahab Ganendra yang diksinya luar biasa, akhirnya aku tertarik merangkai kata dalam cerita khayal ini. Bertemu langsung dengan Kang Rahab di Kompasianival 2014 semakin menggairahkan fantasi kisah, lalu ajakan-ajakan Desol dalam tag-tagnya tatkala menyampaikan even membuatku tak mampu menolak, walau hanya sekedar menggeleng.

Yang tak kalah menusuknya ke kepalaku adalah tulisan Kak Fitri Manalu, selalu punya warna serta ending-ending tak terduga. Demikian juga pengaruh kompasianer muda Connie Aruan yang cerdik sekali dalam setiap penyajian. Palagi Uda Ando Ajo, yahut banget dach, menurutku inilah calon sastrawan masa depan.

Lalu kapan waktuku menulis?

Banyak yang menyangka aku tak punya pekerjaan di kantor. Makan gaji buta. Bahkan suatu waktu aku diinterogasi khusus karena dicurigai tidak bekerja. Lha, bukankah angka-angka keragaan sudah menjelaskan. Bahkan dua unit kerjaku meningkat statusnya dari Cabang Pembantu ke Cabang Penuh. Nah lho. Baiklah aku jelaskan.

Aku bekerja selalu berpindah-pindah tempat, (nggak usah aku bahas ya kenapanya). Karena sering pindah aku tak pernah membawa keluargaku. Jadilah aku sendirian hidup dirantau orang. Pulang kerja selalu malam hari, itu pun supaya di rumah tidak kesepian. Kalau belum ngantuk aku akan buka laptop dan mengetik apa pun yang ada dalam khayal. Setiap kerinduan, kepiluan, kesepian, kegembiraan atau rasa apapun di puncak malam dapat menginspirasi sebuah tulisan. Hitung-hitung, daripada ngayal yang nggak-nggak lebih baik tuangkan dalam kisah.

Jadi aku menulis selalu di malam hari. Karena di siang hari aku berkutat dengan angka-angka serta harus berinteraksi dengan orang lain yang kedatangannya selalu silih berganti. Itu pun tidak setiap malam bisa kulakukan. Untuk even Fabel Sabtu besok saja belum siap, bahkan temanya pun belum terbayangkan sama sekali. Wakakakakaka….

Akhirnya?

Berfiksi itu indah. Berfiksi itu bahagia. Berfiksi itu cerah. Dengan berfiksi kita bisa menjadi apa saja, sehingga keinginan yang ada di dalamnya dapat menyemangati kita untuk mewujudkan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jangan takut berfiksi, walaupun awalnya sulit, tapi lama kelamaan akan melancarkan fikiran kita dalam merangkai kata, apalagi kalau dibiasakan membaca tulisan-tulisan orang lain. tak perlu harus bahasa sastra, bahasa amburadul sekalipun tetap akan memperkaya imajinasi kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline