Lihat ke Halaman Asli

Dudun Parwanto

Penulis, Traveler

Perijinan, Kendala Utama Kemudahan Berusaha di RI

Diperbarui: 19 September 2019   06:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Meski terjadi peningkatan indeks kemudahan berusaha di Indonesia, namun pungli dan prosesnya masih lama. Reformasi birokrasi dan layanan publik harus dibenahi menghadapi persaingan industri 4.0 yang kian kompetitif.

Proses perijinan yang lama dan berbelit belit masih menjadi momok dunia usaha di tanah air. Meski telah dilakukan pembenahan oleh pemerintah, namun praktiknya di lapangan khususnya daerah, ijin berusaha masih memakan waktu lama. Hal itu juga diakui oleh Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan. 

Kepala Negara mengatakan banyak keinginan dari BUMN atau investor swasta dari negara lain untuk berinvestasi ke Indonesia. Menurut mantan Walikota Solo itu, sebelum masuk para investor sangat antusias, tetapi begitu masuk, ternyata mengurus perizinan di Indonesia masih ruwet (rumit).

" Ruwet artinya lama, ruwet artinya biaya yang harus dibayar lebih mahal. Ini problem yang selalu saya dengar dari investor-investor yang ingin masuk ke Indonesia," ujar Presiden saat memberi sambutan pada Pembukaan Kongres XXIII Ikatan Notaris Indonesia (INI), di Istana Bogor, April 2019 silam. Hal ini terasa kontras dengan semangat Jokowi untuk memangkas waktu proses urus perijinan lebih cepat dan efektif.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani tak menampik , saat ini untuk mengurus perizinan di kalangan dunia usaha terbilang mudah dan cepat. Namun hal itu, menurutnya, hanya untuk izin-izin dasar, seperti SIUP dan NPWP dan sebagainya. Hariyadi menyatakan proses perizinan yang masih terkendala terjadi di sebagian besar daerah, karena masih adanya ego sektoral setiap daerah.

Tak hanya usaha menengah ke atas, ternyata proses perizinan bagi usaha skala menengah ke bawah juga masih mengalami hambatan. Berdasarkan hasil pengawasan Ombudsman Republik Indonesia, pelaku berskala kecil belum memperoleh pelayanan dan kepastian hukum sebaik pengusaha menengah ke atas dengan masih terjadinya pungutan liar.

Komisi Ombudsman pada tahun 2017 menemukan 14 kendala dalam melakukan usaha di dalam negeri. Temuan Pengawasan dan pemeriksaan tata lapangan dalam menjamin iklim kemudahan berusaha ini dilakukan Ombudsman di tiga kota yakni Palembang, Surabaya, dan Makasar. "Empat kendala di tahun 2016 dan bertambah sepuluh kendala di tahun 2017," ujar Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala.
Adrianus mengatakan, kepastian hukum dan kecepatan pelayanan publik menjadi kendala nomor satu bagi pengusaha di Indonesia. Menurutnya jumlah laporan masyarakat terkait dunia usaha masih tinggi yaitu mencapai 1451 laporan pada 2017. Dengan jumlah sebanyak itu, Adrianus memandang masih tingginya laporan mal-administrasi pelayanan publik dalam dunia usaha.

Perijinan Online
Data Bank Dunia 2018 menunjukkan Indonesia berada di peringkat 73 dunia dalam hal kemudahan berusaha atau doing business. Riset World Bank juga menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus ijin usaha di Indonesia cukup lama yakni mencapai 20 hari. Sementara proses ijin Negara lain seperti China hanya 9 hari, Malaysia selama 13 hari, Thailand butuh 5 hari, Vietnam selama 17 hari , bahkan Singapura hanya 1,5 hari.

Survei yang dilakukan Bank Dunia tersebut dilakukan di kota besar yakni Jakarta dan Surabaya, dimana Pemda sudah menerapkan kebijakan yang sangat kondusif bagi pelaku usaha. Padahal di daerah-daerah, iklim investasinya lebih kurang kondusif. Kemudahan berusaha menjadi ukuran kemajuan suatu Negara, karena dengan kemudahan berusaha dan waktu ijin yang singkat, maka peluang investor untuk berinvestasi di Indonesia sangat besar.

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan terobosan perijinan melalui sistem One Single Submission (OSS) atau pelayanan satu atap di Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM. Bahkan BKPM tahun ini juga menyosialisasikan penggunaan sistem One Single Submission (OSS) terbaru yaitu Versi 1.1. Selain memperkenalkan OSS Versi 1.1, BKPM pun membuka layanan konsultasi dengan dua sistem yaitu secara langsung dan online.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan salah satu keluhan yang akan diperbaiki yakni menumpuknya antrian layanan OSS di PTSP Pusat BKPM . Seharusnya dengan adanya sistem online, masyarakat tidak perlu datang ke BKPM. "Kami melihat jumlah pengguna OSS semakin bertambah dari hari ke hari. Masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki, khususnya dalam hal pengembangan sistem OSS untuk melayani pelaku usaha," ujar Tom Lembong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline