Lihat ke Halaman Asli

Hasudungan Hutasoit (Hts S)

Kompasianer abal-abal seperti dulu masih

Echo Peri yang Malang dari Yunani dan Saringsaring Mandolok di Tanah Batak

Diperbarui: 21 Juni 2019   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Echo merupakan salah satu tokoh yang terdapat dalam kisah tentang bunga indah narcissus. Dia adalah peri kesayangan Artemis, yang karena kecemburuan Hera -- istri Zeus -- dia telah mendapat kutukan dari Hera. Hera mengira suaminya Zeus telah jatuh hati kepada Echo karena dia pernah melihat suaminya itu terlibat obrolan yang menyenangkan dengan Echo. Echo mendapat hukuman tidak boleh berbicara kecuali hanya mengulang-ulang apa yang diucapkan kepadanya -- hanya kata yang terakhir saja.

Narcissus adalah seorang pemuda tampan. Ketampanannya membuat wanita yang melihatnya jatuh cinta seketika. Tapi Narcissus tak sedikit pun memberi hati kepada para wanita itu, sebesar apa pun keinginan mereka untuk memilikinya.

Echo termasuk yang telah jatuh cinta kepada Narcissus. Hukuman dari Hera terasa semakin berat, karena dia tidak bisa menungkapkan isi hatinya kepada pemuda tampan itu. Echo yang jatuh cinta itu selalu mengikuti kemana pun Narcissus pergi, dengan sembunyi-sembunyi. Suatu kali Narcissus memanggil teman-temanya, "Adakah orang di sini?", sahutnya. Echo yang bersembunyi di balik pohon menjawabnya dengan penuh gairah, "Di sini... Di sini..." mengulang kata terakhir yang diucapkan Narcissus. "Kemarilah..." jawab Narcissus. "Kemarilah..." Echo mengulanginya dan mengulurkan tangan keluar dari balik pohon persembunyiaannya.

Tapi Narcissus menjadi marah. Dia merasa jijik dan tidak mengacuhkan Echo, dia segera pergi meninggalkan tempat itu. Echo malu. Sedih. Echo merasa penderitaan yang semakin berat, hingga ia memutuskan menyendiri di sebuah gua yang sepi. Hatinya selalu gelisah. Tak ada yang pernah melihat Echo sejak itu, sehingga dianggap yang tersisa darinya tinggal suaranya.

Di kampung kami banyak perbukitan, tebing-tebing, dan lembah. Sawah-sawah yang dikelola penduduk biasanya ada di lereng gunung atau di lembah yang diapit oleh tebing-tebing. Daerah penggembalaan yang dinamakan adaran biasanya berbatasan dengan tebing. Jika kita berteriak di sana maka suara kita akan bergema. Teriak, "Di sini..." maka suara "Di sini..." akan bergema keliling lembah dua atau tiga kali. Kami percaya suara itu diulang oleh benda bulat sebesar bola kasti yang tertanam di tebing-tebing. Benda bulat itu kami namai Saringsaring Mandolok.

Ditulis oleh: Hasudungan Hutasoit




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline