Di tahun politik ini segala hal banyak dikaitkan dengan politik. Kaos politik, hoaxs politik, SARA politik, televisi politik, medsos politik, mesjid politik, cinta karena politik, bahkan sampai gosip OTT politik. Segalanya dikait-kaitkan dengan politik. Sahabat Saya Iwan Hermawan bahkan menyebut satu istilah yang dalam KBBI belum ada yakni Politisi Pendidikan.
Politisi Pendidikan bila kita cari di Mbah Google tidak ada definisinya. Ungkapan Iwan Hermawan sebagai praktisi dan aktivis perjuangan nasib guru membuat Saya ingin membedah masalah politisi pendidikan yang tidak ada definisinya. Aristoteles mengartikan politik sebagai usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Politisi adalah orang yang terlibat langsung dengan kegiatan politik praktis dan biasanya terkait partai tertentu.
Kalau saya boleh mengartikan definisi "politisi pendidikan" versi Iwan Hermawan adalah orang yang bergiat dalam upaya mewujudkan kebaikan bersama bidang pendidikan. Ungkapan Iwan Hermawan sebenarnya telah menampar muka wajah politik di negeri ini. Mengapa Saya katakan demikian? Karena ungkapan Iwan Hermawan seolah menjelaskan bahwa saluran politik dan langkah para politisi tidak berpihak pada kebaikan bidang pendidikan.
Mungkin bagi Iwan Hermawan para politis sejumlah partai politik tak ada manfaatnya bagi kebaikan dunia guru dan pendidikan. Kecuali sahabat politisinya yang sering memberi peluang pada dirinya untuk terus berjuang membela para guru. Sebuat saja politisi Yomanius Untung, Ia sangat konsisten membela para guru. Mungkin Mang Iwan dan Mang Untung sebutan akrab keduanya bisa sejalan karena ruh keguruannya masih kental.
Plus hadirnya IKA UPI menjadi rumah baru perjuangan guru yang konsen pada "Guru Masa Depan Dan Masa Depan Guru." Menyeruak spirit guru masa depan dan masa depan guru sangat tematik dan cantik. Saya curiga ini kemasan politik pendidikan dari Ketua Umum IKA UPI Enggartiasto yang piawai memainkan emosi para guru dalam memperbaiki nasib dan masadepannya. IKA UPI semoga menjadi rumah perbaikan nasib para guru dan menjadi dapur perjuangan politik pendidikan para guru khususnya.
Ungkapan politisi pendidikan nampaknya harus menjadi ruh bagi para guru pejuang, para guru aktivis organisasi dan para guru literalis yang berjuang dari sudut perspektif pendidikan melalui dunia buku dan media masa. Politisi pendidikan sejatinya terlahir dari para guru yang waras dan tegas dalam membedakan mana mental ABS dan mana mental pejuang kebaikan. IKA UPI semoga mampu menjadi ruang pergerakan baru yang "berjenis kelamin" pendidikan dan penguatan pada nasib baik para guru.
UPI adalah Ibu Pertiwi dan almamater dimana para alumni lahir ditetaskan. IKA UPI adalah rumah hangat dimana idealitas ditumbuhkembangkan. Mari kita semua yang ada di rumah IKA UPI menjadi politisi pendidikan yang berjuang demi pendidikan, demi keluarga besar UPI dan demi semu guru yang terindas. IKA UPI harus menjadi rumah tempat lahirnya jawaban kontributif dan solutif atas berbagai masalah pendidikan di negeri ini. IKA UPI harus mengambil porsi keberpihakan kepad para pendidik di negeri ini. Membela guru adalah modalitas IKA UPI dan sejatinya memang demikian.
IKA UPI adalah entitas yang beragam profesi dan posisi namun semuanya harus bermuara pada keberpihakan pada guru, pendidikan dan masyarakat. Bila tidak maka IKA UPI hanya akan menjadi ruang selebrasi perseorangan dan bukan ruang pembelaan pada keluarga dan publik. Di era semi vivere pericoloso sebaiknya IKA UPI eksis dan narcis bersama. Berlari sendiri memang bisa lebih cepat dan ringan namun bergerak bersama memang berat btapi jauh lebih kolosal dan dahsyat. Merdeka guru, guru merdeka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H