Dalam tema Hari Pendidikan Nasional Mendikbud Muhadjir Effendy menguatkan pentingya aksesibilitas pendidikan yang berkualitas dan merata bagi bangsa kita. Pendidikan yang merata dan berkualitas akan menghadirkan layanan pendidikan yang lebih efektif dalam mendongkrak SDM bangsa kita. Ketika semua sekolahan, semua daerah pinggiran dan semua daerah kota layanan pendidikannya cenderung merata secara kualitas maka geliat pendidikan dalam mensukseskan tujuan pendidikan nasional akan lebih efektif.
Dalam sambutannya Mendikbud Muhadjir Effendy ternyata masih berkutat pada Tripusat Pendidikan karya lama Ki Hajar Dewantara. Tripusat Pendidikan dalam perspektif Ki Hajar Dewantara adalah tiga dimensi penting yakni rumah, sekolah dan masyarakat. Konsep Tripusat Pendidikan memang masih efektif tetapi ada dimensi lain yang terabaikan yakni dimensi maya dan teman sebaya. Jadi Tripusat Pendidikan sebaiknya bertransformasi menjadi Panca Pusat Pendidikan.
Panca Pusat Pendidikan adalah pentingnya memahami lima dimensi kehidupan anak yakni : 1) suasana keluarga, 2) suasana teman sebaya 3) dunia maya, 4) sekolah dan 5) suasana masyarakat. Kelima dimensi ini menjadi bagian melekat dari kehidupan anak sekarang. Bagaimana mungkin mendidik anak zaman ini dengan mengabaikan kelompok sebaya dan dunia maya yang dikonsumsinya.
Mendidik anak hari ini setidaknya harus memahami lima hal penting yang ada disekitar anak didik. Paradigma lama yang memprioritaskan pendidikan di keluarga, sekolah dan masyarakat sudah terdisrupsi oleh eksistensi teman sebaya dan budaya dunia maya. Teman sebaya adalah bagian tak terpisahkan dari sang anak, begitupun dunia maya. Teman sebaya dan gadget yang menghubungkan sang anak pada dunia maya adalah dua kekuatan yang mampu mempengaruhi kepribadian seorang anak.
Tidak efektifnya tripusat pendidikan karena munculnya kekuatan budaya baru dalam sebuah layanan “edukasi” tak terbatas yang terkemas dalam gadget dan bebasnya persahabatan teman sebaya. Era disrupsi adalah era tumbangnya kesakralan keluarga, sekolah dan masyarakat karena terhempas oleh datangnya kekuatan baru dalam bentuk yang tak terlihat yakni dimensi maya.
Dimensi maya adalah kekutan penganggu yang tak terlihat dan bisa hadir dimanapun seorang anak berada. Inilah yang disebut penulis sebagai dirupsi pendidikan. Seorang anak telah menjadi pasar baru dari kuatnya produksi informasi dari dunia maya. Seorang anak telah menjadi market dunia maya yang sajiannya bebas tak terbatas. Seorang anak mudah teralienasi dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Mereka seolah hanya tinggal dalam dua dimensi akrab serta menyenangkan yakni dunia maya dan dunia sebaya.
Saat ini Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul “DISRUPTION” mencoba menyadarkan tentang “bahaya disruptif” bagi perusahaan atau organisasi bila tidak diantisipasi. Begitupun dalam dunia mendidik anak, menurut penulis telah terjadi dirupsi luar biasa. Disrupsi adalah sebuah gangguan atau kekuatan pengganggu yang tak terlihat tetapi memiliki kekuatan pengaruh yang luar biasa. Bukankah anak lebih senang dengan dunia maya dan teman sebaya dibanding berkawan dengan para guru dan orangtuanya?
Mari semua orangtua untuk lebih serius memikirkan masa depan anak bukan sibuk mencari nafkah saja. Era dirupsi adalah datangnya era pengganggu yang tak terlihat namun dapat menumbangkan kekuatan lama. Termasuk kekuatan lama strategis dan sakralnya pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kini kekuatan tripusat pendidikan itu telah terganggu dan “tumbang” oleh dirupsi dunia maya dan teman sebaya.