Temuan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang adanya over budget atau dana berlebih senilai 23, 3 trilyun dari total dana tunjangan profesi guru sebesar Rp 69,7 trilyun adalah sebuah informasi yang menyedihkan bagi para guru. Mengapa ini sangat menyedihkan? Karena begitu banyak guru yang hak TPG-nya belum cair, harus mengembalikan TPG karena sakit lebih dari 3 hari bahkan hanya karena kesalahan administrasi berbulan-bulan TPG tak cair. Tetapi ternyata anggaran TPG berlebih di Kemendikbud, ini merupakan ironi pendidikan kita.
Ribuan guru di Indonesia pencairanTPG-nya bermasalah namun anehnya trilyunan uang negara over budget. Alasan Dirjen GTK Sumarna Surapranata over budget ini diantaranya karena jumlah guru dalam perencanaan anggaran dengan saat pencairan TPG kondisinya berubah karena guru mutasi, guru yang dianggkat menjadi kepala dinas, guru yang menjadi camat, lurah, mengajar kurang dari 24 jam tatap muka walau sudah bersertifikasi tetap tidak bisa dicairkan.
Amburadulnya administrasi berkaitan pemberian TPG terbukti dengan ribuan guru se Indonesia yang TPG-nya bermasalah dan mengendapnya anggaran negara sebesar 23,3 trilyun. Sebaiknya kemdikbud segera melakukan pembenahan administrasi yang lebih terukur, objektif dan tepat sasaran. Menyederhanakan proses administrasi pencairan TPG adalah sebuah keniscayaan. Saran PLT Ketua Umum Pengurus Besar PGRI mengatakan sebaiknya TPG disatukan dengan gaji. Bila hal ini dilakukan maka jauh lebih efektif dan akan terhindar dari over budget.
Bagi para guru menyatukan TPG dengan gaji bulanan adalah sebuah kebijakan yang lebih tepat mengingat berbelit-belitnya percairan administrasi TPG. Beberapa hal buruk dapat terjadi dengan administrasi TPG diantaranya adalah: 1) ada pemotongan atau biaya administrasi walau jumlahnya tidak besar dari setiap guru, 2) administrasi berbelit dengan melibatkan rekomendasi pengawas mata pelajaran, kepala sekolah, kabid disdik, kepala dinas pendidikan dan paraf kepala daerah setiap akan pencairan, 3) guru yang sakit lebih dari 3 hari atau tugas pelatihan, penataran, instruktur nasional dll bisa menjadi kendala, 4) terjadi kegaduhan setiap pencairan karena setiap daerah cairnya tidak sama bahkan satu daerah dengan daerah yang lain bisa sampai satu bulan perbedaannya.
Simpulannya dengan menyederhanakan administrasi TPG dalam bentuk disatukan dengan gaji maka jauh akan lebih efektif dan memberi ketenangan pada para guru untuk menjalankan profesinya tanpa digaduhkan setiap triwulan dengan masalah TPG. Bila TPG tidak diubah mekanismenya maka dimungkinkan setiap triwulan akan selalu ada masalah yang mengganggu para guru di Indonesia. Bahkan bila TPG dapat dicairkan dengan adanya rekomendasi terakhir dari kepala daerah maka ada sisi politis yang dapat merugikan para guru. Wujud kongkrit keberpihakan pemerintah pada guru adalah satukan TPG dengan gaji bulanan guru plus akan menghindarkan terjadinya over budget karena lebih sederhana dan efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H