Jika melewati terowongan di jalan Asia-Afrika di dekat Alun-Alun Bandung, tentu akan teringat kutipan dari Pidi Baiq dan M.A.W Brouwer pada dinding dalam terowongan.
Kutipan mengenai persepsi kota Bandung yang disusun dengan kata-kata pujian nan puitis seakan menunjukan Bandung sebagai kota yang memiliki sisi romantis.
Mungkin karena itu tulisan di dinding terowongan tersebut menjadi daya tarik wisatawan luar kota maupun warga Bandung untuk ber-swafoto atau sekarang lebih dikenal dengan istilah selfie.
Selfie sudah menjadi semacam lauk untuk manusia di era digital. Foto diri bersama dengan objek yang dianggap unik dan menjadi tren merupakan hal wajib untuk dimasukan ke dalam media sosial.
Para pejalan kaki khususnya, rela berhenti sejenak demi berpose di depan dua kutipan ikonik tersebut.
Bagi yang berpose pada bagian dinding ini tentu akan merasa leluasa karena trotoar cukup luas untuk ruang gerak dan pejalan kaki lain yang berlalu lalang. Namun, bagi pemotretnya cukup menjadi PR karena harus menggunakan kamera berlensa cembung atau teknik foto panorama atau bahkan harus menyebrangi jalan raya terlebih dulu agar dapat memotret dari sebrang jalan demi mendapatkan jepretan sang model bersama latar belakangnya.
Bukan hanya pemotret, model yang ingin berfoto bersama dengan dinding satunya pun harus menyebrang jalan dan berdiri di atas trotoar yang lebarnya mungkin tak sampai 40 cm. Jangankan berpose, untuk berdiri saja harus melipir, mempertahankan tubuh dari kendaraan yang melesat.
Selfie, bagi peminatnya sah-sah saja untuk berfoto pada objek yang menurutnya menarik, namun apakah objek tersebut pantas dijadikan objek untuk ber-selfie? Atau justru membuat peminatnya tak memikirkan diri (selfless) hingga tak peduli bahaya lalu lalang jalan raya saat menyebrang, atau ketidak nyamanan selagi berfoto?
Atau mungkin kota memang lupa bahwa tiap sudut ruangnya adalah wajah, hingga memberikan objek yang enggan diajak berpose. Bisa jadi, tiap sudut Bandung bukanlah latar berfoto, tetapi seperti kutipan dari Pidi Baiq;
"Dan Bandung bagiku bukan Cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi."