Pemilu 2024 mendatang akan menjadi ajang perebutan suara dari dua generasi besar di Indonesia, yaitu generasi milenial dan generasi Z. Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996, sedangkan generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Menurut data KPU, jumlah pemilih dari kedua generasi ini mencapai 115.622.550 jiwa, atau sekitar 56 persen dari total pemilih sebanyak 204.807.222 jiwa. Dengan demikian, kedua generasi ini memiliki potensi besar untuk menentukan hasil pemilu, termasuk pemilihan anggota legislatif.
Namun, bagaimana cara menarik perhatian dan simpati dari generasi milenial dan Z tersebut? Apa yang menjadi kepentingan dan harapan mereka terhadap calon wakil rakyat? Bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka secara efektif dan persuasif? Inilah tantangan yang dihadapi oleh para caleg, termasuk dari Partai Bulan Bintang (PBB).
Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh caleg PBB adalah menerapkan konsep kampanye millenial-friendly, yaitu kampanye yang sesuai dengan karakteristik, gaya hidup, dan preferensi dari generasi milenial dan Z.
Kampanye millenial-friendly adalah kampanye yang kreatif, inovatif, interaktif, inspiratif, dan berorientasi pada solusi. Kampanye jenis ini bertujuan untuk membangun koneksi emosional dengan generasi milenial dan Z, serta menunjukkan bahwa caleg PBB peduli dengan isu-isu yang relevan bagi mereka.
Untuk menerapkan konsep kampanye millenial-friendly ini, caleg PBB perlu mengenal karakteristik generasi milenial dan Z. Generasi ini memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka adalah generasi yang tumbuh di era digital, sehingga akrab dengan teknologi, media sosial, dan informasi.
Mereka juga memiliki nilai-nilai yang beragam, seperti toleransi, keragaman, kreativitas, kolaborasi, dan keberlanjutan. Mereka cenderung realistis, pragmatis, mandiri, kritis, dan optimis.
Selain itu, caleg PBB juga perlu menyesuaikan media dan saluran komunikasi dengan generasi milenial dan Z. Mereka cenderung lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya daripada dunia nyata. Mereka lebih sering mengakses informasi melalui internet, media sosial, aplikasi mobile, podcast, video streaming, dll. Oleh karena itu, caleg PBB perlu memanfaatkan media-media tersebut untuk menyebarkan pesan kampanyenya.
Selain itu, caleg PBB juga perlu memilih saluran komunikasi yang tepat untuk berinteraksi dengan generasi milenial dan Z. Misalnya, menggunakan bahasa yang santai, humoris, dan mengandung meme atau slang. Atau menggunakan influencer, selebriti, atau tokoh publik yang populer di kalangan mereka sebagai duta kampanye.
Kemudian, caleg PBB juga perlu menyajikan konten yang menarik dan bermakna bagi generasi milenial dan Z. Mereka tidak mudah terpengaruh oleh iklan atau propaganda yang bersifat menjual atau menggurui. Mereka lebih tertarik pada konten yang memberikan informasi, edukasi, hiburan, atau inspirasi bagi mereka.
Mereka juga lebih peduli pada isu-isu sosial, lingkungan, kesehatan, pendidikan, ekonomi kreatif, dll. Oleh karena itu, caleg PBB perlu menyajikan konten kampanye yang menarik dan bermakna bagi mereka. Misalnya, menggunakan narasi yang personal, cerita sukses, testimoni, data, fakta, atau visual yang menarik. Atau menggunakan cara-cara yang kreatif, seperti membuat lagu, puisi, komik, animasi, game, dll.