Lihat ke Halaman Asli

Dudi safari

Pegiat Literasi

Lepas dari Mulut Harimau Masuk ke Mulut Buaya

Diperbarui: 9 Mei 2023   13:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari PNGWing.com

Eskalasi politik nasional semakin tinggi. Di tahun politik ini para pendukung mulai berebut simpati rakyat.

Cara atau metode berkampanye pun bermacam-macam, sosial media menjadi alat yang paling populer digunakan untuk meraih dukungan.

Namun tak sedikit para influencer memakai medsos sebagai alat propaganda black campaign, semakin lama rasanya semakin biasa saja.

Saling tuduh para hater terhadap lawan politiknya seakan menjadi lumrah. Adat ketimuran seperti terkoyak hanya untuk memenangkan hasrat sesaat.

Tidak usah berbicara masalah agama apakah perilaku itu dibenarkan atau tidak, sebab agama mana pun dengan terang melarang umatnya untuk saling membenci.

Para hater dengan memakai akun anonim dan diikuti ribuan follower terus "menghasut" jamaah medsos.

UU ITE seakan tidak berlaku lagi saking begitu banyaknya status-status yang saling hujat dan saling mencaci.

Terkecuali kasus besar seperti yang telah lalu, tentang ancaman yang disebar oleh oknum BRIN terhadap warga Muhammadiyah.

Para influencer dari pihak-pihak yang ingin jagoannya menang terus berkampanye saling mengekspos kejelekan lawan, padahal sejatinya semakin kejelekan lawan diekspos keterkenalan dia makin melekat di pikiran warga. Entah sadar atau tidak mereka telah mengiklankan lawan politiknya secara gratis.

Debat gagasan/ide harusnya dikedepankan dari hanya sekadar mengekspos kejelekan lawan. Mengumbar kejelekan lawan salah satu bukti nyata jagoannya tak mempunyai prestasi apa pun selain mengambil keuntungan dari kejelekan lawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline