Lihat ke Halaman Asli

Dudi safari

Pegiat Literasi

Bahagia di Tepi Petaka

Diperbarui: 29 Juni 2021   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kabar Gembira di Tepi Petaka
Pagi itu hari terasa benar-benar cerah sekali, langit terlihat sangat biru berselang awan putih bak kapas bertaburan di angkasa luar.

Di sebuah rumah yang kelihatannya sudah termakan usia, terlihat seorang wanita muda meringis seperti kesakitan. Tak lama terdengar dia berkata, “ayo pak antar ibu ke bidan.”
“Ayo...ayo bu” jawab sang suami agak sedikit khawatir. Lalu dia keluarkan motor matic nya yang terparkir di teras rumah. Sembari membawa peralatan persiapan  kelahiran yang sudah di siapkan di sudut rumah.


Perjalanan dari rumah, ke rumah bu Bidan lumayan memakan waktu lain itu jalan yang di tempuh pun tanjakan-tanjakan dan turunan yang lumayan curam jadi tampak nya bapak itu harus ekstra hati-hati membonceng sang istri yang sedang hamil tua dan sebentar lagi akan melahirkan itu.


Sesampainya di rumah bu Bidan masuklah istrinya ke ruang persalinan. Nampak beberapa waktu sang Bidan berusaha membantu menolong sang ibu muda melahirkan, tapi sepertinya usaha bu Bidan itu sia-sia saja sudah masuk pembukaan dua, tiga nampaknya masih terlihat kesulitan untuk melahirkan.


Di saat-saat yang genting tersebut akhirnya Bu bidan memutuskan untuk merujuk sang ibu agar melakukan persalinan di rumah sakit khusus bersalin yang memiliki sarana dam prasarana yang cukup memadai dan lengkap.


Bu Bidan pun menghampiri suami sang pasien sambil berkata sebaiknya segera mencari mobil jemputan untuk merujuk sang istri ke rumah sakit bersalin yang jaraknya lumayan jauh menghabiskan waktu sekitar satu jam, artinya dalam waktu satu jam itu sang ibu harus menyetabilkan kondisi perutnya agar jangan melahirkan di tengah perjalanan.
Waktu itu sekitar pertengahan bulan Mei 2020, saat pandemi covid-19 menaik tinggi.

Dimana-mana di jalan persimpangan diadakan penyekatan dan di jaga oleh beberapa petugas yang siap menghalau orang asing yang akan masuk ke daerah nya.
Begitu pun perjalanan rombongan kecil ini tak luput dari pemeriksaan di pos perbatasan antar kota. Namun dengan negosiasi dan keadaan darurat akhirnya rombongan itu pun bisa melalui pos pemeriksaan tanpa dipersulit.


Tibalah ke rumah sakit bersalin RSIA kurang lebih pukul 11.00 siang, dijemput oleh tim suster kemudian sang ibu dinaikkan ke kasur roda dan langsung di bawa ke ruang bersalin.


Tampak sang suami duduk terpaku di depan meja administrasi dan siap untuk mengurus keperluan administrasinya. Sekilas rumah sakit bersalin ini berkelas mungkin bagi orang biasa dia harus punya surat miskin atau kartu tanggungan lain semisalnya.


“Ini pak biaya yang harus bapak bayar di awal” kata sang Admin, terlihat sederet angka yang jumlahnya kurang lebih Rp.1.500.000 harus Tanpa pikir panjang sang suami lalu membuka dompetnya dan membayar sejumlah uang yang harus di bayar di muka. Yang ada dibenaknya hanyalah keselamatan istri dan anaknya tercinta.


Masalah harta bisa dicari pikirnya. Sejurus kemudian terdengar suara azan dzuhur dari sudut mushola RSIA itu, dia pun bergegas melangkah untuk ambil air wudhu lalu Shalat berjama'ah.
Dalam sholatnya dia berdo'a sangat khusuk sekali memanjatkan permohonan kepada Tuhan agar istri nya dimudahkan dan dilancarkan dalam proses melahirkannya kemudian diberi keselamatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline