Lihat ke Halaman Asli

Abah Raka

catatan-catatan receh tentang filsafat dan politik

Manjali & Cakrabirawa: Kritik Sejarah G30 S/PKI

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingatkah dengan film G30 S/PKI yang sering diputarkan pada masa Orde Baru? Tentu kita masih ingat bagaimana kekejaman yang diceritakan oleh film tersebut. Terlepas perbuatan siapa, dan dalangnya siapa, apakah rekayasa seperti yang dituduhkan saat ini G30 S/PKI rekayasa pihak luar atau memang betul-betul perbuatan PKI sendiri.Namun yang jelas peristiwa tersebut menyisakan banyak kegetiran pada masyarakat. Sehingga membuat tidak hanya PKI namun yang terlibat di dalamnya dicap sebagai orang ‘kotor’ seumur hidupnya hingga 7 turunan.

Inilah salah satu yang disoroti dalam novel kritis sejarah ini; Manjali dan Cakrabirawa. Selain kritik sejarah peristiwa G 30 S/ PKI juga mengkritisi keberadaan candi-candi yang hanya dijadikan sebagai barang-barang yang memiliki nilai mistis tanpa menyelidiki kebesaran peradaban yang ditunjukan oleh candi-candi yang berada di Indonesia.

Buku ini merupakan kelanjutan dari Novel Bilangan Fu, memiliki substansi kritis dengan tokoh yang sama, Parang Jati, Yuda dan Marja. Bilangan Fu mencoba meluruskan mitos Nyi Loro Gunung Kidul sebagai system kepercayaan Jawa Purba yang kini terdistorsi menjadi makhluk halus jadi-jadian penguasa laut selatan. Substansi lain yang ingin disampaikan adalah kritik terhadap jargon pencita alam yang justeru bukan melestarikan malah merusak kekayaan alam dengan jalan memahat dakiannya di tebing-tebing, Bilangan Fu mengistilahkannya dengan Manjat bersih dan Manjat Kotor sembari menyentil eksistensi militer di tanah air. Dua tokoh bersahabat memiliki sifat, karakter dan kedekatan yang bertolakang belakang samu sama lain, namun sama-sama tertarik dengan kegiatan panjat tebing. Yang satu suka panjat bersih, yang lain mantan panjat kotor. Yang satu dekat dengan militer, yang lain menuduh militer sebagai penyebab kerusakan alam. Namun dikotomi ini terintegrasikan oleh Sosok Marja, kekasih resmi Yuda kekasih tak resmi Parang Jati.

Sementara Novel Manjali dan Cakrabirawa yang masih menggunakan tokoh yang sama dan dibantu oleh tokoh asing jackues, menggali bagaimana kekayaan peradaban Indonesia masa lampau yang sama sekali tidak pernah digali keberadaannya secara serius. Peninggalan peradaban tersebut adalah candi. Dalam pandangan jackques, Candi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia hanyalah peninggalan sejarah yang memiliki nilai mistis yang tinggi. Melalui tokoh Jacckues, penulis ingin mengkritiki bahwa candi bukan saja benda yang memiliki nilai mistis belaka, namun perbadaban yang sangat luar biasa, khususnya berkaitan dengan arsitektur masa lampau Indonesia. Namun sayang tidak ada orang yang berkonsentrasi untuk meneliti lebih jauh bagaimana arsitektur asli bangsa Indonesia yang dicerminkan dalam Candi.

Fokus pada pencarian dan penelitian candi yang dilakukan oleh Jackues yang dibantu Parang Jati menggeser petualangannya hingga mempertemukannya dengan sosok wanita tua di tengah hutan. Ia merupakan perempuan veteran Gerwani yang ingin memperjuangkan Emansipasi wanita pada jamannya. Namun sayang kondisi politik tidak mendukungnnya, hingga akhirnya terjerembab pada kondisi yang tidak menguntungkan. Sebagai bagian dari kekuatan sayap PKI, Gerwani juga harus menanggung akibatnya. Wanita tua ini memiliki suami anggota paspampres saat pemerintahan Presiden Soekarno; Cakrabirawa. Cakrabirawa terlibat persekongkolan menculik Petinggi AD. Ia pun sama nasibnya dengan Gerwani.

Logika Terbalik

Keterlibatan Cakrabirawa dengan G 30 S/PKI menyebabkan anggota cakrabirawa pun mendapatkan nasib dan perlakuan yang sama dengan PKI. Ia menjadi tertuduh sekaligus korban intelijen asing. Alih-alih menjadikannya kambing hitam seumur hidup, , novel ini mengajak untuk berterimakasih terhadap pengkhianan pasukan Cakrabirawa. Karena bagaimanapun jika tidak ada cakrabirawa yang bersekongkol dengan PKI, tidak mungkin Kekejaman PKI akan segera terungkap. Pengkhiatan yang berbuah pengungkapan. Inilah rahasia. Namun tetap dapat diungkap. Selain Rahasia

Bagi Ayu utami, melalui penokohannya, rahasia dan teka-teki masih tetap akan dapat diungkap sejauh kita berikhtiar secara keras. Sebab ia sama sekali bukan misteri yang akan tetap terkubur selamanya dalam logika keterbatasan manusia seperti halnya keberadaan Tuhan.

Rahasia, teka teki dan Misteri

Berfokus pada 3 bagian utama, novel ini memberikan pemahaman akan makna Rahasia, Teka-teki dan Misteri. Seolah ingin berkontemplasi terhadap kejadian di negeri ini. Bagi pengarang, rahasia dan teka-teki bisa diungkap. Kasus-kasus yang tiba-tiba saja di tutup dalam percaturan politik criminal di negeri ini dapat diungkap jika sebenarnya ia benar-benar bersih dari segala kepentingan. Ia adalah rahasia dan misteri yang masih tetap bahwa kasus tersebut bisa diangkat ke permukaan. Karena ia sama sekali bukan Tuhan yang keberadaannya benar-benar misteri.

Bagian terakhir novel ini benar-benar memunculkan konflik yang dramatis. Musa, seorang Perwira AD, yang sangat patuh terhadap Pancasila dan Negara, namun tidak patuh terhadap masyarakatnya di hadapkan bahwa ia sebenarnya anak sang perempuan tua, mantan aktifis Gerwani serta memiliki seorang ayah Anggota Pasukan Cakrabirawa. Bagaimana Negara menyikapi ini, bukankah 7 turunan dari masyarakat yang terlibat G 30 S/PKI tidak boleh ada yang terlibat dalam pemerintahan. Bagaimana Musa menerima kenyataan ini? Ternyata Ibunya seorang Mantan Anggota Gerwani dan ayahnya Mantan anggota Pasukan Cakrabirawa yang selama ini, Cakrabirawa ini dianggapnya sebagai sebuah mantra yang mujarab untuk guna-guna. Bagaimana juga nasib Perempuan tua tersebut, masihkan menjadi bulan-bulanan pemerintah setelah puluhan tahun lamanya tidak tahu menahu tentang hiruk pikuk politik Indonesia.

Novel Manjali dan Cakrabirawa merupakan novel kedua dari Dwilogi Novel Ayu Utami. Novel pertamanya adalah Bilangan Fu. Manjali dan Cakrabirawa diterbitkan oleh KPG, Tebal 251 Halaman,  tahun terbit Juni 2010.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline