Lihat ke Halaman Asli

Abah Raka

catatan-catatan receh tentang filsafat dan politik

Opini Memenangkan Bibit-Chandra

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Chandra-Bibit akhirnya memenangkan ‘pertarungan’ dengan Susno Djuadji. Susno Djuadji dinonaktifkan dan berkas Chandra-Bibit dibawa ke MK untuk di uji, bahkan ada wacana Kapolri akan dicopot dari jabatannya. Dibawanya berkas kasus tersebut setelah dibentuk tim independent yang dikomandoi Adnan Buyung Nasution beserta para praktisi serta para akademisi Jakarta. Upaya kriminalisasi keduanya pun dibedah habis-habisan di mahkamah konstitusi. Bahkan percakapan antara anggoro-anggodo yang tidak sengaja disadap diperdengarkan kepada hadirin mengundang tawa yang hadir.

Kemenangan Bibit dan Hamzah tidak terlepas dari pembentukan Opini Publik yang beredar di berbagai media. Saya melihat, latar belakang institusi yang masing-masing disimbolkan dengan Cicak yang mewakili KPK dan Buaya yang mewakili Intitusi Polisi tidak terlepas dari pemaknaan keduanya.

Cicak (kependekan dari Cinta Indonesia Cinta KPK) yang merupakan bentukan masyarakat dalam mendukung aksi KPK untuk terus melakukan perannya sebagai lembaga yang bersih dalam memberantas korupsi di negeri ini. Adanya upaya penurunan wewenang dari KPK akhirnya masyarakat membuat gerakan Cicak sebagai simbolisasi sebuah lembaga yang kecil dan lemah yang diperlawankan dengan Buaya. Buaya merupakan sebutan bagi institusi Polisi yang memiliki kewenangan besar sehingga dapat sewenang-wenang memenjarakan orang-orang yang dianggap salah ataupun membayakan eksistensinya.

Dalam wacana media, yang kemudian menjadi opini public akhirnya Cicak sering diidentikan dengan kelemahan karena kecil, tak berdaya sedangkan Buaya dikonotasikan dengan kepemilikan power yang besar, kebal , dan kewenangan yang besar pula. Jika seekor Cicak dihadapkan dengan Seekor Buaya yang besar tentu sangat tidak seimbang, kata orang sunda mah ‘jauh tanah ka langit’. Artinya adalah sesuatu yang tidak akan mungkin menang jika Cicak melawan Buaya.

Kemenangan Opini

Kuatnya dukungan rakyat terhadap KPK membuat Cicak memiliki kekuatan. Jika satu Buaya melawan Cicak seribu Ekor, pada akhirnya akan kalah juga buaya yang besar. Ada yang masuk telinganya, ada yang masuk anusnya, ada yang membawa racun dan bom bunuh diri. Semua serangan itu hanya sebuah analogi saja dari maraknya dukungan terhadap Chandra-Bibit. Mulai dari Facebooker, mahasiswa, para aktifis, Artis, hingga para praktisi hukum dan Akademisi.

Kuatnya dukungan berbagai elemen masyarakat terhadap Bibit-Chandra tidak terlepas Dari pembentukan opini bersih KPK. Masyarakat sangat mengharapkan sebuah lembaga yang bersih dapat menuntaskan berbagai persoalan yang berhubungan dengan korupsi, dalam mata masyarakat KPK-lah lembaganya. Pembentukan opini bahwa KPK sebagai bersih ini terus menerus dipublikasikan oleh media. Baik oleh media itu sendiri dalam bentuk editorial ataupun analisis para praktisi dan akademisi termasuk aksi-aksi dukungan terhadap KPK.

Dukungan yang melekat terhadap KPK semakin kuat, opini publik pun terbentuk, dan berbagai dukungan terus bertambah, hingga akhirnya dapat mendorong dan mempengaruhi Presiden untuk mengusut tuntas kasus dugaan kriminalisasi KPK. Inilah salah satu tugas lembaga media semacam media cetak, radio, televise termasuk situs-situs online, yaitu menjalankan fungsi mempengaruhi seperti diungkapkan oleh Ahli komunikasi, De Vito.

Adapun fungsi pengaruh media tersebut seperti dengan merujuk pada thesis De Vito dalam kasus ini adalah bagaimana memperkuat sikap, kepercayaan dan nilai terhadap kebersihan lembaga KPK sehingga terus menerus menuai dukungan sehingga dapat pula memperkuat sikap Presiden SBY untuk menuntaskan kasus ini hingga akhirnya dibentuk tim independen. Dengan kuatnya kepercayaan tersebut, pada sisi lain media juga telah mampu menjalankan fungsinya yaitu menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Kita dapat menemukan fakta bahwa ada gerakan dukungan satujuta Facebooker yang dibidani seorang akademisi, ada gerakan dukungan KPK yang digagas oleh grup band Slank, ada gerakan mahasiswa dengan gayanya sendiri melakukan aksi demonstrasi mendukung lembaga KPK.

Kasus ‘Cicak’ lawan ‘Buaya’ pernah terjadi sebelumnya yaitu pada kasus penahanan Prita Mulyasari yang dikasuskan oleh RS Omni Internasional. Dengan dukungan dari berbagai kalangan dan gencarnya publikasi melalui media massa khusus situs-situs online dan situs jejaring sosial akhirnya dapat membentuk opini ‘Cicak’ lawan ‘Buaya’ hingga akhirnya Prita dibebaskan, dan terungkaplah beberapa kasus kemudian yang dilakukan oleh RS bertaraf internasional tersebut.

Dukung Bibit-Chandra, jangan latah

Adanya upaya kriminalisasi KPK menyebabkan Bibit-Chandra ditahan, namun tentu saja sebagai pembaca yang kritis kita jangan latah untuk mendukung seseorang dalam sebuah lembaga, karena yang harus kita dukung adalah lembaga KPK-nya bukan Bibit-Chandra. Seandainya Bibit-Chandra memang terbukti bersalah seperti apa yang dituduhkan kepolisian seperti halnya Antasari yang terbukti bersalah merencanakan pembunuhan, maka tentu tidak ada dukungan terhadap Bibit-Chandra, mereka pun harus diproses sesuai ketentuan. Yang harus kita dukung dan perjuangkan adalah Kebenarannya.

ditulis tanggal 05 November '09

foto diambil dari www.kabarnet.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline