Lihat ke Halaman Asli

Dudi Ridwandi

Penulis, Mahasiswa, dan Administrasi

Markotop dan Kemetak Bagian 10

Diperbarui: 18 Januari 2018   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Kemetak mengeluh kepada Markotop mengenai tetangganya yang dia benci " Mar, si Sudrun itu memang keterlaluan. Tetangga tetapi tidak pernah baik sama saya, selalu meremehkan saya. Saudara-saudara sebelah rumah juga ikut-ikutan membenci saya. Rasanya saya harus pindah rumah nih Mar, saya tidak betah inginnya pindah di perumahan saja yang orang-orangnya tidak mengurusi masalah tetangga alias nafsi-nafsi. Hidupnya tenang tidak ada ghibah, cek-cok masalah anak anak"

Markotop pun berkata " Tak, kalau kamu pindah saya kesepian dong tidak ada teman ngobrol dan ngopi lagi?"

"Tenang Mar, kamu kan bisa main ke rumahku jika saya pindah di perumahan " sahut Kemetak

"Seandainya kamu di perumahan yang orangnya nafsi-nafsi, kalau rumah kamu kecurian siapa yang menolongmu?, kalau kamu sakit mendadak siapa yang mau menolongmu?, atau kalau kamu meninggal siapa dulu yang mau menolong dan mengurusmu? Apakah saudaramu yang tinggal di luar kota atau adikmu yang di luar negeri yang menolong duluan? Tentu kan tidak mungkin, pasti tetangga dulu, makanya kita dengan tetangga harus baik. Tetangga itu bahasa Jawanya TONGGO yang artinya nggotong karo nggowo (yang memikul dan membawa). Jadi, kalau kita meninggal biasanya yang menolong dulu itu tetangga dan yang memikul dan membawa kita ke pemakaman itu tetangga juga. Makanya sangat berartinya kita hidup bertetangga.

Kemetak pun menggangguk dan mengurungkan niatnya untuk pindah rumah. Dalam hatinya "benar juga ya .....".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline