Lihat ke Halaman Asli

Duaja KukuhAdiwijaya

mahasiswa unair

Kecanduan Teknologi

Diperbarui: 7 Juli 2022   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Katanya... sekarang adalah era informasi, dimana semua informasi dapat dicari dengan mudah, mulai dari kunci jawaban, hingga instastory gebetan. Saking gampangnya, informasi tersebut masuk ke kepala kita tanpa kita sadari, dan kemudian malah bisa membuat kita gak bisa fokus. Lebih dari itu, scrolling medsos juga dapat membuat FOMO (fear of missing out [perasaan takut ketinggalan suatu hal]), anxiety, 'kecemasan' dan insecure. Seakan-akan, teknologi yang mengatur perilaku kita, seharusnya kitalah yang mengatur perilaku kita dan kegunaan teknologi tersebut.

Apa yang kamu pikirkan jika mendengar kata minimalism? mungkin "membuang" barang-barang yang gak berguna dari hidup kita? well... itu gak salah, minimalism merupakan cara pandang kita untuk mengeliminasi distraksi dan memfokuskan diri ke hal-hal yang menurut kita penting. Konsep minimalism juga bisa diterapkan di kehidupan digital, namanya digital minimalism.

Digital minimalism adalah cara penggunaan teknologi yang memfokuskan screen time kita ke sedikit aktivitas yang telah dipilih dan dioptimalkan, yang sangat mendukung ke hal-hal yang penting bagi kita. Gampangnya, teknologi cuma digunakan untuk hal-hal yang penting saja.

Kalau teknologi tersebut gak digunakan atau gak penting, bisa disingkirkan guna mengurangi distraksi. Jadi harus di-uninstall semua gitu? eitss... gak juga lur (dulur 'saudara'), kalau teknologi tersebut berguna banget dan penting di hidupmu, ya monggo digunakan sesuai kegunaannya.

Contohnya instagram, di mata influencer dan social media specialist, instagram sangat berguna karena mendukung pekerjaan mereka. Namun, jika di mata kebanyakan orang, instagram justru bisa menjadi distraksi, yang awalnya buka instagram cuma mau "istirahat" bentar dari ngerjain tugas, malah bablas keasikan scrolling timeline.

Salah satu cara untuk menerapkan digital minimalism dan meraih kembali fokus kita adalah dengan menerapkan social media detox, yaitu mengurangi atau bahkan tidak menggunakan media sosial selama kurun waktu tertentu (misal 30 hari). Tidak hanya media sosial, tetapi juga aplikasi lain yang kurang berguna. Selama masa detox tersebut, kita akan menyadari bahwa banyak sekali waktu yang kita gunakan untuk scrolling medsos, mulai dari bangun tidur, makan siang, hingga menjelang tidur. Dengan detox tersebut, kita akan menyadari berapa banyak waktu yang terbuang percuma akibat scrolling medsos.

Supaya kita gak balik ke "kebiasaan lama", kita bisa mengisi waktu luang tersebut dengan kegiatan positif yang seru dan menyenangkan, seperti: membaca buku, berolahraga, mengobrol langsung, ikut kegiatan semacam organisasi, dan sebagainya.

Setelah masa detox selesai, kita dapat mengevaluasi kebiasaan digital kita, contohnya "apakah saya benar-benar butuh aplikasi A atau tidak?" atau mungkin "apakah aplikasi B berguna atau tidak? dan tujuannya apa". Setelah mengevaluasi kebiasaan tersebut, perspektif kita terhadap teknologi juga berubah. Kita jadi lebih tau tujuan dan manfaat spesifik dari teknologi tersebut.

Digital minimalism membantu kita untuk kembali fokus lagi dalam berfikir, mengurangi distraksi, dan menemukan kembali hal apa yang menurut kita penting di kehidupan kita. Pada dasarnya digital minimalism bukan berarti tidak menggunakan teknologi sama sekali---hampir mustahil manusia modern tidak menggunakan teknologi sama sekali---, tetapi mengenal kata "cukup" dalam menggunakan teknologi. Perlu cara pandang baru mengenai penggunaan teknologi, mulai dari cara penggunaan serta manfaat yang diberikannya. Maka dari itu, digital minimalism dapat menjadi salah satu cara untuk membingkai ulang penggunaan serta kebermanfaatan teknologi. Tertarik menerapkan digital minimalism di kebiasaan digitalmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline