Lihat ke Halaman Asli

DuaBahasa

Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Meliatkan Pribadi Sang Pengasih (16): Menyimak Anak

Diperbarui: 25 Juni 2022   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang disampaikan sosok hebat tadi tidak sampai separuhnya yang terserap otak, tapi darinya saya banyak menimba ilmu. Setelah ceramah yang dihadiri banyak pemerhati budaya tersebut berakhir, saya berkeliling saat rehat untuk mencari tahu apa komentar hadirin yang lain. Umumnya mereka kecewa.

Mereka tahu reputasi sang pembicara karena itu mereka berharap lebih. Apa yang disampaikan, menurut mereka, sulit dimengerti dan membingungkan. Sebagai pembicara, ternyata dia tidak sehebat yang mereka harap. Ada seorang wanita berkomentar begini, dan diamini oleh yang lain, "Kita tidak dapat apa-apa dari dia."

Tidak seperti peserta lain, saya bisa menyimak sebagian besar yang disampaikan sang tokoh hebat karena saya bersedia mendengarkan. Saya bersedia melakukan itu karena dua sebab: pertama, saya tahu bahwa dia luar-biasa dan apa yang dia sampaikan pasti sangat berguna; kedua, karena bidang tersebut menarik bagi saya, saya benar-benar ingin menyerap apa yang dia katakan supaya saya semakin paham dan spiritualitas saya tumbuh.

Upaya saya mendengarkan dia adalah perbuatan cinta. Saya mencintai dia karena bagi saya dia orang yang sangat layak diperhatikan, dan saya mencintai diri saya karena saya mau melakukannya demi pertumbuhan diri sendiri. Karena dia guru dan saya muridnya, dia yang memberi dan saya yang menerima, cinta saya adalah karena keinginan sendiri, dan motivasinya adalah apa yang saya dapat dari hubungan kami dan bukannya apa yang saya dapat berikan kepada dia.

Dan, sangat mungkin dia pun merasakan bahwa konsentrasi, perhatian dan cinta saya begitu besar sehingga dia sendiri memperoleh sesuatu. Kita akan selalu melihat bahwa cinta itu laksana jalan dua lajur, sesuatu yang timbal-balik, yaitu penerima juga memberi, dan pemberi juga menerima.

Tadi adalah contoh bagaimana penerima mendengarkan. Sekarang mari kita bahas bagaimana pemberi mendengarkan, dalam hal ini mendengarkan anak-anak. Proses mendengarkan anak-anak tergantung pada usia sang anak. Untuk saat ini yang akan kita bahas adalah anak usia 6 tahun yang duduk di kelas 1 SD. Seandainya tidak dilarang, anak kelas 1 tidak akan berhenti bicara.

Bagaimana caranya orangtua menghadapi anak yang bicara tanpa putus?

Yang paling mudah mungkin melarang si anak. Sulit dipercaya memang, tapi ada keluarga yang sama sekali melarang anak-anak bicara. Anggapan bahwa "Anak-anak harus terlihat namun tak boleh terdengar" berlaku di keluarga ini 24 jam sehari. Anak-anak dari keluarga yang demikian memang terlihat kehadirannya namun tidak pernah berinteraksi, dan hanya bisa diam-diam memandangi orang-orang dewasa dari sudut ruangan dan menjadi penonton bisu di kejauhan.

Cara kedua (untuk menghentikan celoteh anak-anak) adalah mengizinkan mereka bicara tetapi tidak mendengarkan ocehan mereka. Artinya, anak tidak berinteraksi dengan orangtua melainkan bicara entah kepada siapa, atau bicara sendiri dan suaranya, entah mengganggu atau tidak, terdengar di antara suara yang lain.

Cara ketiga adalah pura-pura mendengarkan, sambil terus asyik dengan apa yang sedang kita kerjakan atau asyik dengan pikiran sendiri, supaya mereka mengira kita masih memperhatikan dan sekali-sekali menanggapi celoteh mereka dengan "iya ... lalu?" atau "bagus...".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline