[Naskah produksi video lain yang sudah terbengkalai lama: temuan 2]
Salam. Hallo. Bonjour. Nn ho. Buonasera.
Sepulang kantor, anak-anak bising minta ditemani merekam video. Ini memang sudah beberapa hari belakangan kami bicarakan.
Yang sulung, Joan, minta dengan 'sepertujuh-hati' karena didesak pakde-nya terus-menerus. Edik, sang adik, sebaliknya. Dia tidak sabar ingin punya video profile sendiri. Waktu saya tanya apa yang kami bertiga mesti obrolkan di depan kamera, yang satu bilang, apa saja tentang 'bhinneka', yang satu lagi, 'yang unik'. Jadilah sapaan paling atas saya buat 'bhinneka'. Supaya ada kesan high-tech and trendy juga, karena sapaan itu titipan Google Translate.
Rekaman ini sebetulnya merupakan rekaman penunjang. Si Sulung mau membuat klip tentang keluarga besarnya yang somewhat of a wide spectrum.
Pertama, tentang asal-usul keluarga kami. Sederet sapaan di atas gambarannya. Kata terakhir, 'buonasera', saya pakai supaya pas dengan nama keluarga opa dari pihak nenek (bukan dari bapak) anak-anak. Sapaan pertama menjelaskan kami bangga jadi orang Indonesia. Satu-satunya sapaan khas Indonesia memang cuma 'salam', yang mewakili 'bhinneka'-nya daerah asal leluhur domestik anak-anak -- dari Indonesia bagian barat sampai timur.
Kalau yang pertama, physical genetic goodness, dibahas di klip Joan, maka yang kedua dibahas di sini.
The beauty and merits of being raised in a family of mixed races, cultures and faiths. Salah satu yang kami anggap kelebihan kami, dari sisi keyakinan, tentunya kemampuan untuk menjadi pribadi yang toleran. Mengucapkan selamat hari raya kepada orang lain yang bukan seagama termasuk golden rule dalam keyakinan kami.
Di keluarga besar pihak ibu saya, ada pemeluk beberapa agama. Anak-anak mudah bergaul dengan teman dari suku lain, dan tahu bagaimana berinteraksi dengan sesama dari bermacam budaya dan kelompok. Tidak sulit menjadi dekat dan akrab dengan teman yang warga keturunan mana pun. Buat mereka, sesama itu sama. They enjoy the best of the multiple worlds they are blessed with.
Tapiii ... walau nama keluarga besar kami 'beraroma pasta', jangan heran berlebihan ya, saat mengenal kami lebih dekat. Pasti akan ada saja yang bertaya mengapa kulit saya coklat tapi kelopak mata saya bak mata orang Champa. Dan kenapa mata Joan blok dan kulitnya terang. Lalu, kok bisa kulit dan segala yang ada pada Edik (kecuali tinggi badannya) tidak menyiratkan tanda-tanda bahwa dia pantas disebut keturunan orang dari belahan dunia para penggila pizza.
Itulah ... kami memang 'unik', sesuai tema.