Lihat ke Halaman Asli

DuaBahasa

Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Meliatkan Pribadi Menjadi Sang Pengasih

Diperbarui: 14 Oktober 2021   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Meliatkan pribadi menjadi sang pengasih (1)

Jabaran Cinta

Ada yang mengatakan bahwa disiplin membantu spiritualitas manusia berevolusi. Bab ini akan membahas disiplin -- apa yang menjadi motif dan kekuatan di balik disiplin. Kekuatan yang dimaksud di sini, menurut saya, adalah cinta, Saya sadar betul bahwa ketika mengkaji cinta, kita akan langsung berhadapan dengan sesuatu yang penuh misteri. Yang akan coba kita kaji adalah sesuatu yang mustahil dikaji dan yang akan coba kita maknai adalah sesuatu yang mustahil dimaknai. Cinta itu terlalu berat dan terlalu serius untuk dapat betul-betul dipahami atau diukur atau dibatasi dengan kata-kata. Saya sendiri menulis ini karena yakin kajian cinta akan ada manfaatnya, tapi sebesar apa pun manfaatnya, upaya untuk mengkaji makna cinta tetap belum cukup untuk menjelaskan apa itu cinta.

Cinta itu sesuatu yang misterius, dan setahu saya belum pernah ada orang yang bisa menjabarkan dengan benar-benar pas pengertian cinta. Untuk menjelaskan apa itu cinta, orang membaginya menjadi beberapa kategori: eros, filia, agape; cinta yang sempurna dan cinta yang tidak sempurna; dan sebagainya. Tetapi saya ingin sampaikan satu makna cinta walau saya sadar makna ini pun masih belum memadai. Jabaran saya tentang cinta adalah: kehendak untuk mengembangkan diri demi mengembangkan spiritualitas diri sendiri atau spiritualitas sesama.

Terlebih dulu ingin saya ulas secara singkat definisi di atas dan setelah itu baru saya jelaskan lebih panjang-lebar. Pertama, ada yang menganggap ini jabaran teleologis karena perilaku diuraikan segi maksud atau tujuan -- dalam hal ini, perkembangan spiritualitas. Ilmuwan biasanya akan mempertanyakan definisi teleologis, dan definisi di atas tentang cinta pun tidak akan mereka terima begitu saja. Kesimpulan ini saya dapat bukan dari proses pemikiran teleologis. Definisi tentang cinta justru saya buat berdasarkan hasil pengamatan selama praktek psikiatri (termasuk pengamatan diri), dan dalam psikiatri, definisi tentang cinta sangat diperlukan karena pasien umumnya sulit sekali memahami apa yang dimaksud dengan cinta.

Sebagai contoh, anak muda yang pemalu bercerita: "Begitu sayangnya Ibu sampai-sampai saya tidak diizinkan ikut bus sekolah sampai kelas 12. Saya akhirnya memang boleh ikut, tapi itu pun setelah saya minta. Mungkin beliau takut terjadi apa-apa, jadi saya diantar-jemput sekolah setiap hari, meski ini sangat merepotkannya. Besar sekali rasa sayang beliau kepada saya."

Untuk menghilangkan sifat pemalu pemuda tersebut, yang juga banyak terjadi pada kasus lain, perlu dijelaskan kepadanya bahwa mungkin ada sesuatu selain cinta yang mendorong sang ibu berbuat demikian. Apa yang kelihatannya seperti cinta biasanya sama sekali bukan cinta. Dari pengalaman seperti di atas bisa saya perlihatkan banyak contoh apa yang sepertinya merupakan perbuatan atas dasar cinta, dan apa yang sepertinya bukan cinta. Salah satu faktor yang membedakan keduanya adalah maksud yang ada di benak orang yang mencintai atau orang yang tidak mencintai, entah mereka sadari atau tidak.

Kedua, jika jabaran di atas kita perhatikan, cinta merupakan proses yang tidak berujung pangkal lagi janggal, karena proses mengembangkan diri sifatnya evolusioner. Bila seseorang mampu meningkatkan batas kemampuannya, dia berhasil tumbuh menjadi pribadi yang lebih hebat. Jadi, mencintai adalah mengevolusi diri meskipun tujuannya sendiri adalah demi mengembangkan diri orang lain. Kita akan berevolusi jika kita mencoba berevolusi.

Ketiga, cinta dalam pengertian ini termasuk juga cinta diri dengan cinta bagi sesama. Saya manusia, Anda juga manusia, karena itu mencintai manusia sama artinya dengan mencintai diri saya sendiri dan mencintai Anda. Membaktikan diri demi pengembangan spiritualitas manusia adalah membaktikan diri demi bangsa di mana kita menjadi bagiannya, dan ini artinya kita membaktikan diri demi pengembangan diri pribadi serta pengembangan "diri mereka".

Seperti yang telah dijelaskan, kita tentunya tidak mampu mencintai sesama jika kita tidak mencintai diri sendiri. Perbandingannya begini: kita tidak dapat mengajari anak kita untuk berdisiplin jika kita sendiri tidak berdisiplin. Mustahil kita bisa membuat spiritualitas orang lain berkembang jika kita tidak mampu meningkatkan spiritualitas diri. Jika kita sendiri tidak disiplin, tidak mungkin kita disiplin dalam mengurus orang lain. Kita tidak bisa memberi orang lain kekuatan jika kita tidak memperkuat diri. Saya yakin bahwa sepanjang proses penelusuran apa yang dimaksud dengan cinta, kita akan dapati nanti bahwa cinta akan diri sendiri dan cinta bagi sesama tidak terpisahkan, dan pada dasarnya kedua hal tadi tidak ada bedanya.

Keempat, untuk meningkatkan batas kemampuan dirinya, seseorang perlu berupaya. Batas kemampuan seseorang hanya mungkin ditingkatkan jika yang bersangkutan dapat melampaui batasan tersebut, dan untuk melampaui itu dibutuhkan upaya. Bila kita mencintai seseorang, cinta kita hanya akan tampak atau mewujud-nyata jika kita berusaha keras -- untuk seseorang tadi (atau untuk diri sendiri) kita berjalan selangkah lebih maju, atau berjihad. Cinta bukan tanpa upaya. Justru sebaliknya. Cinta itu penuh upaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline