[caption id="attachment_274582" align="aligncenter" width="553" caption="Pucuk teh yang siap dipetik"][/caption]
Pagi itu sebenarnya rencana kami adalah sekedar jalan-jalan diseputaran Dago, namun saat berkumpul di salah satu restoran fast food di simpang Dago salah seorang teman mengusulkan untuk pergi ke Pengalengan saja dengan alasan bosan dengan Bandung yang itu-itu saja. Setelah berdebat sejenak akhirnya rombongan kami meluncur keselatan dengan menggunakan tiga sepeda motor. Jarak dari Bandung ke Pengalengan kurang lebih 40 km dan kami tempuh dengan waktu 2 jam akibat terjebak macet di pasar Pengalengan. Sampai disana kami kebingungan dengan obyek wisata yang akan dituju, setelah istirahat sejenak dipinggir jalan akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi perkebunan teh Malabar.
[caption id="attachment_274579" align="alignright" width="300" caption="Permadani Hijau"]
[/caption]
Perkebunan teh Malabar terletak diketinggian 1550 m diatas permukaan dengan suhu rata-rata 16-26 derajat celcius. Kebun teh ini juga sarat sejarah, karena di lokasi inilah terdapat makam dan rumah peninggalan K.A.R Bosscha yang dibangun pada tahun 1894 dan terletak tak jauh dari Wisma Malabar. Makam itu terletak di hutan kecil, di tengah-tengah kebun teh. Kondisinya terawat, dikelilingi pagar, dan tanaman coleus warna-warni menghiasi halamannya. Kini kediaman Meneer Bosscha itu juga telah diperbaraui lagi dan ruangannya ditambah hingga menjadi 11 kamar. Dan oleh oleh PTPN VIII Wisma Malabar dan Wisma Melati disewakan bagi para wisatawan yang ingin berkunjung dan ingin menginap di daerah ini dengan sewa yang relatif terjangkau, anda bisa menghubungi pengelola apabila ingin menginap.
Memasuki perkebunan teh Malabar, rombongan kami disambut oleh pintu gerbang masuk yang dijaga oleh seorang hansip. Ia akan menunjukan pilihan, apakah akan berbelok ke kanan atau kekiri. Namun pilihannya sama saja, karena dua arah itu sama-sama kebun teh. Belok kanan jalannya lebih mulus karena banyak digunakan oleh para pejabat pengelola Malabar (PTPN VII), cocok untuk tea walk. Untuk jalur yang kekiri akan langsung betemu dengan warga masyarakat pemetik teh dan pemerah sapi. Jalannya cenderung tidak bagus, banyak berlubang. Mungkin karena lebih sering dilalui truk pengangkut teh ataupun susu dan sapi.
[caption id="attachment_274581" align="alignright" width="300" caption="Suasana jalan di perkebunan"]
[/caption]
Kami memutuskan untuk belok kekanan, tempat pertama yang kami kunjungi adalah Malabar Tea Corner yang terletak dikomplek perkantoran perkebunan. Tea Corner ini merupakan outlet yang menjual teh, souvenir, merchant atau oleh-oleh lainnya. Anda bisa membeli semua oleh-oleh itu disini untuk keluarga di rumah. Setelah mencicipi hangatnya teh produk asli perkebunan yang sungguh nikmat kami melanjutkan perjalanan kami menuju area perkebunan.
Keindahan kebun teh ini tidak usah diragukan lagi, sejauh mata memandang hamparan hijau tanaman teh laksana permadani raksasa yang menyejukkan jiwa. Kami menyempatkan diri berjalan-jalan diarea kebun dan berfoto diantara pohon-pohon teh yang daunnya sudah siap dipetik. Tak bosan rasanya menikmati karunia Tuhan yang luar biasa ini, sejuknya udara khas pegunungan menambah keengganan tuk beranjak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H