Oleh :
Desak Made Widya Krisna Putri dan Luh Putu Elisa Wulandari
Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang sangat terkenal hingga ke mancanegara. Pulau Bali memiliki keindahan alam yang sangat diminati oleh wisatawan dan tentunya menjadi destinasi favorit jika ingin berlibur bersama keluarga dan teman yang ingin melepas penat dari pekerjaan sehari-hari. Namun semenjak Pandemi Covid-19 menerjang Indonesia dan hingga meluas sampai Pulau Bali kehidupan masyarakat di Pulau Bali seketika berubah tanpa kendali.
Pariwisata yang menjadi detak jantung kehidupan di Pulau Bali seketika meredup dan menghancurkan satu per satu usaha pencarian mata uang masyarakat di Bali. Pandemi ini menjadi cambukan keras bagi semua elemen yang ada di Bali baik dari pejabat tinggi hingga masyarakat kecil di pelosok Pulau Bali. Memang, pandemi merupakan hal yang tidak bisa kita hindari kedatangannya namun kita sebagai makhluk hidup yang paling sempurna diantara makhluk hidup yang lain diberikan kelebihan untuk berpikir dan bertindak agar mampu mengatasi dan menghadapi pandemi ini secara bersama.
Berbicara tentang ujian berat terhadap ekonomi, sebenarnya Bali sudah sering diuji dengan berbagai peristiwa besar, diantaranya adalah Krisis Ekonomi (1998), Bom Bali I (2002), Bom Bali II (2005), dan erupsi Gunung Agung (2017). Ujian yang paling dikenang masyarakat Bali dan juga dunia adalah tragedi Bom Bali I pada Oktober 2002. Saat itu, ekonomi Bali seperti mati suri. Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) jatuh hingga hanya 60.836 pengunjung atau 59,6% lebih rendah daripada kondisi September 2002, sebelum terjadinya tragedi. Pengangguran mencapai 7,58%, sedangkan kemiskinan naik hingga 7,84%. Selain itu, inflasi juga meroket hingga 12,49%. Bom Bali II (Oktober 2005) juga telah memberikan dampak serupa namun dengan skala yang lebih rendah. Hanya saja, trauma yang ditimbulkan cukup besar mengingat kejadiannya serupa dengan Bom Bali I.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah saat ini bersatu padu untuk tujuan membangkitkan kembali Pariwisata di Indonesia terkhususnya di Bali. Salah satu program yang sudah sempat terlaksana adalah Program “We Love Bali” yang diluncurkan oleh Kemenparekraf sebagai wadah edukasi dan promosi pelaksanaan protokol kesehatan di Era New Normal dengan berbasis Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan) atau yang biasa disingkat CHSE.
Program “We Love Bali” diikuti banyak generasi millennial dimana generasi ini mampu mendongkrak Pariwisata melalui promosi di sosial media. Program ini memberikan dampak jangka pendek bagi Pariwisata terkhususnya pelaku industri pariwisata yang mengharapkan titik terang dari kebangkitan Pariwisata. Bisa kita rasakan wisatawan domestik mulai sedikit demi sedikit berdatangan ke Pulau Bali dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat hal ini sangatlah berarti bagi kehidupan ekonomi masyarakat di Bali.
Di samping itu memang banyak penyuguhan promo-promo menarik yang membuat wisatawan semakin rindu untuk berlibur ke Bali. Kemudian realisasi Program PEN atau Program Pemulihan Ekonomi Nasional juga diterjukan melalui berbagai kegiatan dengan dua sisi sasaran yaitu permintaan dan penawaran. Program PEN yang dapat kita terima berupa bantuan lansung tunai, subsidi gaji, kartu prakerja, dan bantuan pelaku usaha mikro yang sangat membantu bagi masyarakat di Bali khusunya.
Setiap insan di Bali yang terdampak covid-19 juga pasti memutar otak untuk mampu menjalani kehidupan selayaknya sebelum pandemi ini datang. Banyak para pelaku industri pariwisata terkhususnya yang banting setir untuk pindah haluan ke arah membangun usaha-usaha kecil menengah untuk menyambung roda ekonomi seperti berjualan canang atau sarana persembahyangan, berjualan sembako, berjualan makanan dan minuman siap saji, dan banyak lainnya karena tidak akan bisa jika kita hanya berdiam diri menunggu bantuan Pemerintah dan tidak melakukan pergerakan dalam memutar kembali roda perekonomian.
Jika dilihat mayoritas usaha-usaha yang dibangun tersebut dilakukan dengan menggunakan biaya tabungan pribadi maupun biaya pinjaman dari Lembaga Keuangan di sekitar hanya supaya dapat menghidupi sehari-hari disaat roda ekonomi sulit berputar. Memang benar kondisi saat ini sangat memprihatinkan namun ini menjadi tantangan tersendiri untuk kita agar selalu bekerja keras dan tidak berputus asa serta lebih cekatan dalam mengambil keputusan di setiap peluang yang ada dan masyarakat Bali pun sangat meyakini keberadaan dan kuasa Tuhan Yang Maha Esa, itu terlihat dari pelaksanaan ritual dan upacara yadnya yang tidak pernah putus dilakukan walau ditengah pandemi serta percaya bahwa roda selalu berputar dan kehidupan akan berangsur membaik seiring berjalannya waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H