Negara Kedaulatan Republik Indonesia merupakan negara dengan tingkat pluralisme yang tinggi. Menurut data setidaknya terdapat Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air menurut sensus BPS tahun 2010 (Portal Informasi Indonesia, 2017). Kemajemukan ini seringkali menimbulkan konflik dan diskriminasi akibat tidak dapat mentolerir adanya perbedaan. Papua, menjadi wilayah di Indonesia yang paling sering menjadi target diskriminasi rasial akibat perbedaan ras dan etnik yang mencolok dari suku lainnya. Beredar banyak stigma negatif yang menganggap mereka primitif, keras, terbelakang, separatis, dan lain-lain hingga membentuk konstruksi sosial untuk menciptakan adanya kebencian dan rasis terhadap masyarakat Papua dan mendiskriminasi orang-orang Papua. Alhasil, adanya bias sosial yang dibentuk dalam menstigma orang Papua inilah yang juga akan berpengaruh dalam berjalannya berbagai aspek kehidupan orang Papua, misalnya pembangunan yang tidak merata antara pulau Papua dengan pulau-pulau lainnya di Nusantara. Pemerintah seakan menutup mata terhadap kesejahteraan masyarakat Papua sehingga setelah bertahun-tahun kemerdekan Indonesia, Papua masih menjadi daerah yang tidak seberkembang pulau lainnya.
Diskriminasi rasial terhadap warga asli Papua dinilai masih merupakan persoalan dasar yang menjadi sumber konflik di Bumi Cendrawasih tersebut. Kemajemukan yang disebabkan oleh pluralitas di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik yang tak terelakkan. Perbedaan dalam pluralitas ini seringkali menimbulkan diskriminasi pada beberapa kelompok tertentu yang dianggap lebih inferior daripada kelompok lainnya. Konsep diskriminasi dalam arti luas, mencakup peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dialami seseorang, misalnya penghinaan, ketidakadilan, rasis, tidak adil, tidak setara, dan sebagainya. Namun, seringkali terdapat perbedaan antara definisi hukum tentang diskriminasi dan apa yang mungkin dialami orang sebagai diskriminasi. Jenis diskriminasi yang paling sering dirasakan di Indonesia ialah diskriminasi rasial, yang berkenaan dengan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya (Kemenkeu, 2008).
Meskipun, pemerintah telah memberikan jaminan perlindungan untuk bebas dari perlakuan yang diskriminatif sebagai hak konstitusional yang ditentukan dalam Pasal 28I Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Armiwulan, 2015). Namun dalam praktik masih dijumpai adanya perlakuan yang diskriminatif khususnya terhadap kelompok rentan, kelompok minoritas juga kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan yang dalam hal ini adalah masyarakat Papua. Beberapa bentuk diskriminasi ini antara lain ialah ujaran kebencian yang bersifat rasis, kekerasan, dan stigma buruk lainnya yang merendahkan masyarakat Papua. Diskriminasi yang terjadi ini menjadi salah satu bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan Hak Asasi Manusia kepada masyarakat Papua untuk merasa aman dan nyaman. Dalam terminologi hak asasi manusia, prinsip kesetaraan dan anti diskriminasi merupakan ciri khas dari hak asasi manusia. Sesuai dengan Pasal 1 Universal Declaration of Human Rights (UDHR), yakni "All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood". Dapat dipahami bahwa Dalam ketentuan Pasal 1 prinsip kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan bersifat setara bagi seluruh individu. Sehingga, diskriminasi yang dialami oleh masyarakat Papua juga menjadi bagian pelanggaran HAM.
Bentuk diskriminasi ini dapat terlihat dari bagaimana perhatian pemerintah dalam melakukan pemerataan di wilayah Papua. Dibandingkan daerah lainnya Papua terasa termarjinalkan sebab infrastruktur yang tidak semaju wilayah lain di Indonesia. Namun, meski demikian nyatanya pemerintah tidak sepenuhnya menutup mata terhadap kondisi Papua. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin setidaknya telah meletakkan berbagai upaya dalam membangun Papua utamanya ialah pendekatan infrastruktur yang dalam setiap kesempatan selalu menegaskan bahwa paradigma pembangunan nasional saat ini bukan Jawa atau Sumatrasentris, namun harus berorientasi Indonesiasentris (Kemenko PKM, 2022). Sejak awal pemerintahannya, Kepala Negara telah berkomitmen membangun Indonesiasentris yang dimulai dari tanah Papua. Sejak awal pemerintahannya mereka telah berkomitmen untuk menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tak terkecuali di Papua dan Papua Barat, terus terjaga. Sehingga meskipun belum memperoleh hasil yang diinginkan namun sedikit demi sedikit diskriminasi yang dihadapi masyarakat Papua mulai mendapatkan perhatian dan bergerak menuju arah yang lebih baik untuk menuntaskan pelanggaran HAM yang terjadi.
Pluralisme yang terjadi di Indonesia memunculkan banyak konflik tak terhindarkan antar kelompoknya. Keberadaan masyarakat Papua yang dirasa masa termarjinalkan menjadi perhatian utama terhadap pemenuhan Hak Asasi Manusia yang seharusnya diperoleh setiap warga negara Indonesia. Diskriminasi rasial menjadi momok yang masih mendasari keberadaan masyarakat Papua di mata nasional. Beberapa stigma negatif muncul untuk membedakan mereka dari suku dan ras lainnya. Meskipun pemerintah telah berkomitmen untuk membentuk undang-undang yang menjaga HAM setiap warganya namun wilayah Papua tetap kekurangan perhatian sehingga menjadi daerah yang lebih tertinggal dari wilayah lainnya. Meskipun demikian, pemerintah tak sepenuhnya menutup mata pada kondisi yang kian terjadi di bumi Cendrawasih ini, Presiden Jokowi telah menjalankan program agar terjadi pembangunan yang bersifat Indonesiasentris yang mana akan mendorong pembangunan yang lebih merata dan masyarakat Papua akan lebih terbantu keberadaannya tanpa merasa tertinggal.
Daftar Pustaka
Armiwulan, H. (2015, Oktober 4). Diskriminasi Rasial dan Etnis Sebagai Persoalan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ejurnal Undp, 44(4), 493. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/12839/9618
Kemenkeu. (2008). UNDANG. JDIH Kemenkeu. Retrieved July 1, 2024, from https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2008/40TAHUN2008UU.htm
Kemenko PKM. (2022, October 21). Pemerintah Lakukan Dua Pendekatan Bangun Tanah Papua | Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kemenko PMK. Retrieved July 1, 2024, from https://www.kemenkopmk.go.id/pemerintah-lakukan-dua-pendekatan-bangun-tanah-papua
Portal Informasi Indonesia. (2017, Desember Minggu). Suku Bangsa. Indonesia.go.id - Suku Bangsa. Retrieved July 1, 2024, from https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H