Lihat ke Halaman Asli

Vina Serevina

Dr.Ir.Vina Serevina, MM

Angin Segar Kewirausahaan Digital dan Ekonomi Kreatif di Era Pandemi

Diperbarui: 1 Januari 2022   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Oleh: Dr. Ir. Vina Serevina, MM., dan Asidiq Saputra, Fisika, Universitas Negeri Jakarta, 2021

Perekonomian Indonesia menyusut akibat wabah Covid-19. Namun, pemerintah dan semua partai politik berkewajiban untuk terus berupaya menggairahkan perekonomian rakyat agar selalu bertahan. Stimulus sektor kreatif merupakan salah satu pilihan yang dapat diandalkan bagi perekonomian Indonesia.

Kewirausahaan adalah metode menggunakan kreativitas dan penemuan untuk mengidentifikasi contoh dan peluang untuk memperbaiki kehidupan (atau bisnis) seseorang (Marwati & Astuti, 2012). Kegiatan wirausaha menghasilkan upaya untuk menemukan, memproduksi, dan menerapkan teknik kerja, teknologi, dan produk yang inovatif secara efisien untuk memberikan layanan yang lebih baik atau menghasilkan lebih banyak uang.

Kewirausahaan digital merupakan fenomena yang berkembang sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Guthrie (2014), bisnis digital adalah penjualan produk digital. Pengusaha dapat menggunakan strategi e-commerce untuk membangun area bisnis baru sebagai hasil dari ekonomi digital (Turban dkk., 2008).

Ekonomi kreatif merupakan konsep ekonomi baru yang mengutamakan data dan kecerdasan manusia dalam proses penciptaannya. Sistem ekonomi kreatif dipandang sebagai cara untuk mengatasi kesulitan dan sebagai jawaban yang layak untuk tantangan ekonomi global. Sistem ekonomi saat ini, seperti sistem ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan komunikasi, sedang mengalami pergolakan. Indonesia kaya akan budaya dan manusia, dan ekonomi kreatifnya memiliki banyak ruang untuk berkembang.

Menurut Inpres Nomor 6 Tahun 2009, ekonomi kreatif meliputi (1) periklanan; (2) arsitektur; (3) pasar seni dan barang antik; (4) kerajinan; (5) desain; (6) busana (fashion); (7) film, video, dan fotografi; (8) permainan interaktif; (9) musik; (10) seni pertunjukan; (11) penerbitan dan percetakan; (12) layanan komputer dan perangkat lunak; (13) radio dan televisi; (14) penelitian dan pengembangan; dan (15) seni kuliner (Shofa & Nugroho, 2018).

Proses menghasilkan wirausahawan digital dimulai dengan tahap awal, di mana konsep asli dikembangkan dan upaya keras dihargai. Tahap pengembangan konsep, dilanjutkan dengan pendirian perusahaan rintisan, dan terakhir pengelolaan bisnis, merupakan tiga tahapan dalam pengembangan bisnis digital (Le Din dkk., 2018). Pendiri perusahaan adalah inti dari kewirausahaan digital. Itulah mengapa sangat penting untuk mengumpulkan sekelompok pendiri bisnis yang berpengalaman dalam meluncurkan perusahaan melalui coba-coba. Jaringan bisnis dan modal sosial juga penting (Spiegel dkk., 2016).

Sumber daya manusia merupakan modal utama dalam ekonomi kreatif. Berawal dari ide, gagasan, dan pemikiran, SDM ini diharapkan mampu mentransformasikan barang-barang yang bernilai rendah menjadi barang-barang yang bernilai tinggi dan dapat dipasarkan. Kewirausahaan adalah pekerjaan yang membutuhkan kecerdikan tingkat tinggi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kreatif secara tidak langsung mengarah dan berupaya melahirkan wirausahawan-wirausahawan yang dapat dipercaya di bidangnya masing-masing. Kemampuan berkreasi harus dibangun di atas pemikiran yang canggih, dengan konsep-konsep baru yang berbeda dari item-item yang sudah ada. Ranah pendidikan telah diserbu oleh peluang pengembangan ekonomi kreatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline