Lihat ke Halaman Asli

Valentinus Galih Vidia Putra

Lecturer, Politeknik STTT Bandung, Kemenperin R.I.

Pro dan Kontra Istilah Plagiat Diri Sendiri atau Self Plagiarism yang Membingungkan Dosen

Diperbarui: 16 Januari 2023   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berdasarkan pengalaman penulis dalam bidang pendidikan serta mengacu pada pengalaman beberapa dosen Perguruan Tinggi yang menceritakan bahwa terdapat adanya  penilaian pada  karya-karyanya yang diduga terindikasi self-plagiarism atau plagiat diri sendiri atas laporan dari pihak yang tak bertanggungjawab kepada suatu editor dan penerbit jurnal atau bahkan kepada pihak yang berwajib yang kemudian oleh beberapa orang  istilah plagiat diri sendiri tersebut disamakan dengan istilah plagiat karya orang lain atau plagiat .

Pemasalahan muncul ketika definisi self-plagiarism tersebut masih menimbulkan pro-kontra, multitafsir, bertentangan dengan  peraturan hukum positif dan hirarki perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan masih terdapat perdebatan dan kontroversial oleh asosiasi-asosiasi akademik, serta pakar ilmu hukum di dalam dan luar, namun pihak yang melaporkan, editor dan penerbit jurnal atau tim penilai menganggapnya sebagai peraturan kode etik yang tentu mencederai  Pasal 17 dan Pasal 18 UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terutama pada hak memperoleh keadilan. 

Berdasarkan pengalaman beberapa dosen tersebut, maka penulis mencoba untuk berbagi pandangan mengenai istilah plagiat dan plagiat diri sendiri. Tulisan ini terdiri dari tiga  bagian, yaitu: I. Landasan teori dan aturan hukum; II. “Bagaimana dengan plagiat diri sendiri?”;  III.Diskusi.

I. Landasan Teori dan Aturan Hukum:

1.Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
PLAGIAT adalah PENGAMBILAN KARANGAN (pendapat dan sebagainya) ORANG LAIN dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; JIPLAKAN

2.UU Hak Cipta 28 Tahun 2014:
Pasal 1
Hak Cipta (Copyright) adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.
Pasal 9
1.Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
a.penerbitan Ciptaan; b.penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c.penerjemahan Ciptaan;d.pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e.Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;f.pertunjukan Ciptaan;g.Pengumuman Ciptaan;h.Komunikasi Ciptaan; dan i.penyewaan Ciptaan.
2.Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
3.Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

3.UU 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI pasal 42 ayat 3
Lulusan Pendidikan Tinggi yang menggunakan karya ilmiah untuk memperoleh ijazah dan gelar, yang terbukti merupakan hasil JIPLAKAN atau PLAGIAT, ijazahnya dinyatakan tidak sah dan gelarnya dicabut oleh Perguruan Tinggi (Mengacu pada definisi plagiat pada KBBI dan TIDAK MENGENAL ISTILAH PLAGIAT DIRI SENDIRI ).

4.UU NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (SISDIKNAS): tentang definisi plagiat karya  orang lain dan sangsi hukum pidana.

5.PERMENDIKNAS 17/ 2010 PASAL 1
AYAT 1 : PLAGIAT adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.
AYAT 6: Karya ilmiah adalah hasil karya akademik mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga kependidikan di lingkungan perguruan tinggi, yang dibuat dalam bentuk tertulis baik cetak maupun elektronik yang diterbitkan dan/atau dipresentasikan.
AYAT 7 : Karya adalah hasil karya akademik atau non-akademik oleh orang perseorangan, kelompok, atau badan di luar lingkungan perguruan tinggi, baik yang diterbitkan, dipresentasikan, maupun dibuat dalam bentuk tertulis.

II. Bagaimana dengan Plagiat Diri Sendiri ?

Pada KBBI, jika frase kata orang lain diubah dengan diri sendiri, maka istilah plagiat diri sendiri akan memiliki makna yaitu, plagiat diri sendiri adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) diri sendiri dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis diri sendiri atas nama dirinya sendiri; jiplakan. Maka jika frase orang lain tersebut diubah menjadi diri sendiri dan terdapat pada semua peraturan hukum positif, maka dapat dianggap bahwa seseorang yang mengambil karya diri sendiri dan kemudian diterbitkan pada media lain tanpa adanya citasi, maka dapat diklasifikasikan sebagai plagiat diri sendiri. Jika aturan mengenai plagiat diri sendiri ini berlaku, maka  setiap aturan perguruan tinggi yang mewajibkan mahasiswanya  untuk mempublikasikan hasil riset, semisal tesis berpotensi tersandung kasus plagiat diri sendiri. Beberapa asosiasi, seperti The American Political Science Association (APSA) menuliskan pada A Guide to Professional Ethics in Political Science (2008) yang diterbitkan APSA bahkan mengijinkan dan memperbolehkan penduplikasian atau penggandaan tesis ke bentuk akrya ilmiah lain bila dipublikasikan sebagian atau keseluruhan oleh penulisnya, yang bersangkutan tak punya kewajiban etik memberitahukan. Pada Standar Perilaku Profesional yang dibentuk oleh The American Association of University Professors (AAUP) dalam penjelasan tentang plagairism, pendefinisian plagiarism  tak menyinggung masalah auto-plagiat, bahkan AAUP lebih meyoroti pada pencurian intelektual penulis lain yang berkaitan dengan kekayaan intelektual pencipta. Universitas Cambridge  dalam Guidance on Plagiarism and Academic Misconduct menyatakan bahwa secara teknis plagiat diri sendiri atau self-plagiarism diperbolehkan asalkan naskah tidak digunakan untuk penilaian akademis. Mengkutip pendapat Dr. Stephanie J Bird, Vice President, Special Assistant to Provost, Massachusetts Institute of Technology dan penulis Self-plagiarsm and dual and redundant publications: What is the Problems?, menyatakan bahwa istilah self-plagiarism masih pro-kontra. misalnya, menganggap pemakaian istilah itu tak tepat karena definisi plagiat mensyaratkan ada pihak lain yang dicurangi.  Sementara, dalam hal pemakaian kembali karya sendiri itu tidak ada pihak lain yang dicurangi. Prof. Pamela Samuelson, profesor ilmu hukum dan informasi Universitas California, Berkeley menyatakan beberapa alasan kapan pengulangan publikasi suatu karya ilmiah dibolehkan. Dalam tulisannya Self-Plagiarism or fair use? ia mengemukakan, pengulangan publikasi ilmiah terdahulu boleh dilakukan apabila: karya ilmiah itu perlu dikemukakan lagi sebagai landasan karya ilmiah berikutnya; bagian dari karya ilmiah terdahulu itu terkait bukti dan alasan baru pada karya berikutnya, hal senada pun diungkapkan oleh Stephanie Harriman (editor BioMed Central) dan Jigisha Patel (Head of Programme Management, Research Integrity, Springer Nature dan Associate Editorial Director, Research Integrity, BioMed Central) yang menyatakan bahwa daur ulang teks atau self-plagiarism sebagai hal yang etis dan  tidak salah  serta mengakui bahwa ada keadaan di mana penggunaan kembali teks milik sendiri benar-benar valid dan pantas. Penjelasan mengenai pendapat pakar hukum, asosiasi, dan juga kebijakan peraturan dari kementerian terkait dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline