Lihat ke Halaman Asli

Belada Negeri Maritim

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ironi di negeri maritim

Indonesia merupakan negara yang dijuluki negara maritim karena memiliki panjang garis pantai 95.181 Km dan dengan luas laut 5.800.000 Km2 . Kemudian 70% wilayah teritorial Indonesia merupakan wilayah perairan. Sementara lebih kurang 17.505 pulau tersebar diatasnya. Dimulai dari pulau We di ujung utara/ barat sampai pulau Papua di ujung timur, dengan perbandingan wilayah laut dan darat 78 : 22. Pulau-pulau dalam wilayah Indonesia itu terbentang menyebar sejauh 6.400 km dari timur ke barat dan sejauh2.500 km dari utara ke selatan, sedangkan garis terluar yang mengelilingi wilayah itu sekitar 81.000 km.², sementara jarak dari ujung paling timur ke ujung paling barat sebagaimana digambarkan oleh Multatuli adalah lebih panjang daripada jarak antara London sampai Siberia. Dengan data tersebut sudah barang tentu laut menjadi penghubung utama mobilisiasi dari suatu pulau ke pulau yang lain. Dengan data tersebut Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan pantai terpanjang didunia (dibawah Amerika Serikat dan Kanada).

Sebelum melihat lebih jauh tentang kondisi kemaritiman saat ini, mari sejenak kita jauh menoleh kebelakang. Sesungguhnya jika dilihat dari sisi historis dalam perjalanannya bangsa Indonesia pernah mengalami kejayaan dalam bidang maritim. Hal itu dapat diketahui dari adaya masa kejayaan kerajaan-kerajaan maritim yang pernah tampil dalam sejarah Indonesia.Sejak jaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, bangsa Indonesia merupakan bangsa berjiwa bahari yang memiliki filosofi "hidup dengan dan dari laut". Pada zaman kedua kerajaan tersebut, kebudayaan maritim dan arus perdagangan di laut mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini dilaksanakan pula oleh Belanda yang menjajah dan menguasai bumi nusantara. Para penjajah, selalu mengedepankan ambisinya dengan memperluas perdagangan rempah-rempah dari hasil pertanian yang ketika itu yang dikirim melalui armada laut ke negaranya. Hanya penjajah yang memiliki kewenangan mengendalikan laut, sedangkan bangsa kita tidak diperkenankan mendalami ilmu-ilmu kelautan. Berbagai upaya dilakukan oleh penjajah untuk menghilangkan keterampilan bahari agar dapat melunturkan jiwa dan visi maritim bangsa Indonesia saat itu.[1]

Data dan fakta telah menyebutkan bahwa negara ini selain mempunyai wilayah kelautan yang sangat luas, juga terdapat menyimpan banyak potensi kelautan didalamnya. Bidang kelautan dalam hal ini akumulasi dari berbagai sektor, antara lain dari sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan. Potensi Wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi Pembangunan adalah sebagai berikut: (a) Sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti; Perikanan (Tangkap, Budidaya, dan Pascapanen), Hutan mangrove, Terumbu karang, Industri Bioteknologi Kelautan dan Pulau-pulau kecil. (b) Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti; Minyak bumi dan Gas, Bahan tambang dan mineral lainnya serta Harta Karun. (c) Energi Kelautan seperti; Pasang-surut, Gelombang, Angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). (d) Jasa-jasa Lingkungan Kelautan seperti; Pariwisata, Perhubungan dan Kepelabuhanan serta Penampung (Penetralisir) limbah. Jika dikalkulasi dan diolah secara maksimal, maka kekayaan laut Indonesia bisa menyumbang maksimal pendapatan sebesar US$ 1,2 triliun/tahun. Dengan sektor perikanan yang mempunyai sumbangsih paling tinggi diperkirakan dapat menhasilkan 149,94 miliar dollar AS/tahunnya.

Namun sayang yang terjadi saat ini adalah potensi maritim Indonesia yang begitu melimpah tidak bisa atau kurang dapat dioptimalkan dengan baik oleh pemerintah. Padahal jika dapat dioptimalkan dengan baik potensi kelautan kita akan menjadi tonggak bagi majunya perekonomian yang akan berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan rakyat. Berdasarkan data Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikaanan (KIARA) pada 2003-2008, sekitar 1,2 juta nelayan meninggalkan laut. Mereka beralih profesi ke sektor lain seperti buruh bangunan, buruh pabrik atau tukang ojek. Mahalnya bahan bakar, jeratan tengkulak atau harga jual ikan yang rendah menjadi penyebabnya. Tercatatjumlah nelayan hanya sekitar 4 juta kepala keluarga. Sangat timpang bila dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta. Dilain pihak banyak potensi perikanan kita yang lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak asing. Melalu aksi pencurian ikan (illegal fishing) oleh pihak asing pelan-pelan mengeruk kekayaan perikanan kita. Data kerugian terakhir sekitar Rp101 triliun. Pencurian dilakukan oleh kapal-kapal ikan dari sejumlah negara seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Filipina, Taiwan, Hongkong, dan Tiongkok yang secara konsisten aktif setiap tahunnya mencuri ikan kita.

Tak sampai disitu ironi sebagai negara maritim akan semakin membuat kita mengelus dada, taktala kita sering mendengar dan melihat fakta bahwa sampai sekarang negara ini masih mengimpor ikan, pakan ikan dan garam. Total kerugian atas kebijakan pemerintah yang melakukan impor ikan, pakan ikan dan garam mencapai 15 triliun. Sangatdisayangkan, dengan predikat negara maritim yang mempunyai kekayaan hayati laut terbesar di dunia, Indonesia masih mengandalkan peran asing. Terlihat dari impor produk perikanan yang seharusnya bisa diperoleh dari dalam negeri. Dengan fenomena ini bisa dibilang Indonesia seperti menjadi tamu di rumah sendiri.

[1]A.M. Djuliati Suroyo, Sejarah Maritim Indonesia 1: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Hingga kemerdekaan (Semarang: Jeda, 2007), hlm. 8




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline