Lihat ke Halaman Asli

Dwi Rahmadj Setya Budi

Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Ekonomi Indonesia Mengalami Ejakulasi Dini?

Diperbarui: 28 Desember 2019   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: halodoc.com

Sulit dibantah bahwa ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sejumlah fakta mulai dari defisit RAPBN, defisit neraca perdagangan, pelemahan daya beli, perlambatan pertumbuhan ekonomi, utang pemerintah yang terus menjulang, asuransi Jiwasraya yang gagal bayar, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terancam kolaps, dan sejumlah fakta lainnya mengindikasikan ada potensi bahaya yang mengancam.

Tapi sikap pemerintah yang hanya membanggakan peresmian proyek infrastruktur seakan menunjukkan ekonomi Indonesia tengah mengalami ejakulasi dini. Sederhananya, ejakulasi dini ekonomi ini merupakan suatu keadaan dimana hasrat (infrastruktur) tercapai tapi kepuasan (ekonomi) rendah.

Dalam konteks masyarakat awam, biasanya permasalahan ejakulasi dini ini diselesaikan dengan cara-cara instan. Biasanya ketidakmampuan dalam memahami dan mendiagnosa permasalahan mengakibatkan seseorang justru terjerumus dalam pengkonsumsian obat-obatan tanpa pengawasan dokter. Asalkan perkasa, obat apa saja dikonsumsi tanpa melihat resiko yang lebih buruk mengintai.

Banyak temuan, obat perkasa instan tanpa resep dokter ini malah memicu gangguan organ vital. Bisa berpengaruh kepada jantung dan maupun ginjal. Bahkan dalam beberapa kasus, ada orang yang meninggal dunia dalam keadaan memaksakan mencapai titik 'kepuasan' akibat menggunakan cara-cara instan tersebut.

Dalam konteks hubungan personal individu dengan individu lainnya, atau pemerintah dengan rakyatnya, hasrat dan kepuasan adalah kunci kehidupan yang damai, tentram dan harmonis. Jika kedua hal ini tidak seimbang, maka sebuah hubungan berpotensi diambang kehancuran. Kasus seperti Lebanon yang terlilit utang diringi protes rakyat yang merasa tidak puas dengan kinerja pemerintah dan mengakibatkan bentrokan, adalah gambaran dari ejakulasi dini ekonomi yang dialami sebuah negara.

Dampak paling buruk dari itu dialami Zimbabwe. Demi mencapai hasrat pembangunan, pemerintahnya justru kebablasan menggunakan 'pil kuat' (utang) demi mencapai kepuasan yang klimaks. Konsumsi pil kuat yang berlebihan itu mengakibatkan organ vital pemerintahan mengalami gangguan dan kolaps. Akhirnya, negara ini pada saat ini harus merelakan mata uangnya diganti dengan mata uang negara donor.

Di dunia kedokteran, ejakulasi dini bisa dipengaruhi oleh dua hal. Faktor psikologis maupun fakor biologis. Dua hal ini bisa menjadi pisau analisis untuk membantu penderita yang mengalami ejakulasi dini keluar dari permasalahan.

Jika dalam periode-periode pemerintahan sebelumnya ekonomi tumbuh dan pembangunan berjalan dengan baik, maka indikator biologis permasalahan ejakulasi dini tentu bukanlah sebuah alasan untuk disesali atau dikambing hitamkan pada hari ini. Apalagi di awal pemerintahan Joko Widodo optimis ekonomi meroket dan pembangunan bisa dijalankan karena sumber keuangan negara yang mumpuni. Optimisme ini menunjukkan bahwa organ vital Indonesia baik-baik saja, sehat, dan bugar.

Besar kemungkinan, ejakulasi dini ekonomi yang dialami pemerintahan hari ini berasal dari faktor psikologis. Bisa jadi pemerintah mengalami depresi akibat tuntutan bagi-bagi kekuasaan sehingga abai mengurus ekonomi. Atau, bisa jadi ejakulasi dini tersebut berasal dari hasil konflik dan/atau ketegangan dalam hubungan (pemerintah/rakyat) yang dibiarkan berlarut-larut.

Ejakulasi dini bukan hal yang tidak bisa diobati apalagi disembuhkan. Semuanya bisa diobati dan disembuhkan dengan syarat ada kemauan yang kuat untuk merubah diri menjadi lebih baik, baik itu secara biologis maupun secara psikologis. Melemparkan kesalahan pada masa lalu, padahal permasalahan baru terjadi hari ini, hanya membuat ketegangan akan semakin meningkat dan ejakulasi dini ekonomi akan semakin parah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline