Lihat ke Halaman Asli

Dwi Rahmadj Setya Budi

Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Ironi Orang-orang yang Berkumpul

Diperbarui: 20 Agustus 2018   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembukaan Asian Games 2018 (sebelah kiri), korban gempa Lombok (sebelah kanan)

Dengan segala keriuhannya Asian Games 2018 mampu menyedot perhatian. Mulai dari lagu official theme song Asian Games yang dibawakan Via Vallen dicover oleh banyak negara-negara lain, sampai dengan keriuhan saat Jokowi mengendarai sepeda motor. Asian Games yang di selenggarakan di Jakarta dan Palembang membuat ribuan orang berkumpul dan berbahagia.

Kebahagiaan dan keriuhan tersebut terlihat dari pemberitaan dan percakapan warganet di grup berbagi media sosial. Hal tersebut terlihat dengan hastag #OpeningCeremonyAsianGames2018 yang menjadi trending topik. Tidak hanya di dalam negeri, keriuhan ini juga dirasakan warga dunia lainnya.

Jokowi yang turun langsung jadi 'bintang utama' saat itu juga tidak lepas dari pembicaraan warganet di dalam maupun luar negeri. Bahkan artis-artis Korea yang selama ini sering diperbicangkan malah ikut membincangkan kesuksesan pembukaan Asian Games tersebut. Asian Games menghipnotis kita seakan membuat kita lupa bahwa siangnya kita sempat meringis karena harga rupiah terus tertekan terhadap dollar AS.

Di sisi lain, lebih kurang 1000 km arah timur dari pusat keriuhan Asian Games dilaksanakan, ada kepedihan dan tangis kepiluan. Terdapat kumpulan orang-orang yang tidak sempat tersenyum karena lebih banyak ketakutan yang mengancam dirinya. Air wajah yang terlihat dari raut mukanya berbanding terbalik dengan kebahagian orang-orang di Stadion Utama Bung Karno.

Ya, mereka warga masyarakat Lombok yang terdampak gempa bumi hebat lepas dua minggu yang lalu. Mereka hidup dalam bayang-bayang ketakutan, karena hampir dalam setiap hari terjadi gempa bumi susulan. Belum habis ketakukan akan gempa, datang lagi kabar bahwa kawanan maling kerap mengintai rumah-rumah warga yang ditinggal mengungsi.

Bertahan mati, tidak bertahan habis. Begitu kira-kira gambaran ketakutan warga masyarakat Lombok hari ini. Terakhir, gempa besar kembali mengguncang Lombok minggu malam (19/8/2018) dengan kekuatan 7,2 SR.

Namun sayangnya, dengan segala ketakutan masyarakat Lombok hari ini, pemerintah pusat hingga saat ini belum fokus membenahi keadaan tersebut. Desakan agar gempa Lombok ditetapkan sebagai bencana nasional tidak mendapat perhatian.

Padahal frekuensi gempa yang tidak terhitung sejak 5 Agustus yang lalu sudah tidak terhitung dan membuat aktivitas pemerintahan serta masyarakat jadi terhambat.

Inilah ironi manusia-manusia yang berkumpul. Di satu sisi berkumpul untuk kegembiraan, di sisi lainnya mereka berkumpul dalam ancaman ketakutan. Seperti halnya perhatian pemerintah pusat dalam keriuhan pesta pora pembukaan Asian Games, sudah selayak dan sepatutnya pemerintah juga memberikan perhatian yang lebih besar.

Jika pemerintah punya waktu membuat 'fiksi' motor terbang dalam Asian Games, harusnya pemerintah juga punya waktu dalam urusan kemanusiaan. Jika pemerintah bisa meluangkan waktu memikirkan kenyamanan pengunjung untuk menikmati Asian Games, harusnya pemerintah juga memikirkan kenyamanan warga negaranya yang ketakutan akan bahaya gempa. Semangat 'Yo Ayo Yo' Via Vallen dalam lagu Meraih Bintang seharusnya tidak hanya membuat kita bergoyang, tapi hendaknya juga membuat kita bersemangat saling membantu. Yo Ayo Yo #JanganLupakanLombok.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline