Lihat ke Halaman Asli

TNI POLRI Miskin: Pemerintahan Panti Asuhan

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14326539581599619108

Kemiskinan dan derita  TNI POLRI dan keluarganya  akibat gaji yang tidak layak disebut sebagai penghasilan yang dijamin oleh pemerintah membuktikan kegagalan Pemerintahan bangsa ini memahami hakekat dan kebutuhan sebagai manusia, apalagi manusia Indonesia.  penghasilan sebagai sumber utama  pendapatan jutaan keluarga TNIPOLRI memaksa mereka hidup dalam batas-batas yang sangat ekstrim. Pekerjaan dengan segala resiko diluar batas-batas normal tidak cukup bagi mereka dan keluarganya memilih cara hidup tapi justru terjebak oleh kemelaratan yang dipastikan diwariskan secara turun temurun.

Pemerintah : Logika Ekonomi atau Logika Panti Asuhan

Mungkin satu-satunya didunia ini, dimana  orang yang bekerja malah tidak punya penghasilan sebagai jaminan hidup masa kini, masa tua dan bagi generasi berikutnya. Hanya di Indonesia, dimana investasi dibuka selebarnyanya tapi warganya hanya kebagian  buat makan yang hanya ludes buat kebutuhan sehari-hari. Disini, setiap hari bekerja banting tulang belumlah cukup untuk menjamin kebutuhan hari berikut. Pekerjaan yang diharapkan mengubah nasib keluarga tidak mengubah apapun kecuali hanya menguras waktu,pikiran dan tenaga.

Pemerintah  tidak hanya  menutup mata atas kondisi diatas, justru pemerintah menjadi contoh bagi semua  investor dan pengusaha dalam penerapan sistem gaji yang tidak layak. Standar gaji sebagai mindset pemerintah hanya menjamin makan dan hidup sehari-hari dengan mengacu pada harga bahan pokok, bukannya merujuk pada kebutuhan manusia Indonesia dengan segala karakter khasnya.  Warga Negara diasumsikan pemerintah hanya punya kebutuhan biologis maka dengan gamblang mindset ini  tercantum dalam komponen gaji atau UMR berlakulah demikian, sekiranya pemerintah melek terhadap hakekat manusia mustahil skema gaji ataupun komponen UMR akan seperti sekarang ini.

Standar gaji atau upah yang berlaku secara nasional tidak memberikan peluang harapan hidup lebih baik bagi warga Negara yang bekerja, dan ini menimpa bukan hanya buruh, karyawan tapi secara keseluruhan. Jutaan Lapangan kerja yang terbuka untuk warga Negara bukannya menjadi sarana perbaikan hidup, tapi hanya menghabiskan hidup, tenaga dikuras, waktu habis. Sebab  diakhir bulan upah atau gaji yang diperoleh dari bekerja juga habis.

Bekerja sekaligus mengabdi melekat bagi TNI POLRI merupakan fakta tragis, bagaimana mungkin pemerintah menuntut profesionalitas dan totalitas  mereka tapi  memperlakukan mereka tidak bermoral dengan gaji minim. Pemerintah hanya memberi uang makan sehari-hari layaknya mereka Anak-anak panti asuhan. Pemerintah menerapkan standar gaji pada TNI POLRI tidak ada bedanya panti asuhan yang memberi makan anak-anak yatim piatu, kehidupan panti mungkin masih lebih manusiawi sebab anak-anak yatim tanpa perlu bekerja pun sudah bisa makan dari sumbangan para dermawan. Tapi TNI POLRI seberapa kuat dan seistimewa apapun prestasi dan kinerja mereka akan tetap hidup serba terpaksa. Terpaksa hemat agar tetap bisa jalani hidup. Pekerjaan mereka tidak membuat bisa tumbuh berkembang dalam kehidupan bersama keluarganya.

Dalih kemampuan ekonomi atau anggaran yang minim selalu jadi alasan bagi Pemerintah untuk menghindar dari tanggung jawabnya, tapi pada saat yang lain lebih memilih hamburkan anggaran untuk membangun infrastruktur yang didiyakini akan mengundang investor untuk berinvestasi sehingga warga Negara dapat bekerja dan memperoleh penghasilan dari ramainya investasi, masalahnya kemudian, bagaimana mungkin rakyat dapat menikmati penghasilan dari investasi yang masuk jika standar gaji sebagai suprastrukturnya gagal mengakomodasi kebutuhan kemanusiaan sebagai bangsa yang berbudaya.

Pemerintah begitu optimis menghamburkan anggaran untuk infarstruktur tapi lupa pada penguatan kebijakan (padahal gratis) yang mengindikasikan kalau pemerintah memahami dan peduli pada aspek kemanusiaan  dengan segala tradisi yang hidup dibangsa ini, tidak perlu triliunan, kebijakan menegaskan Gaji manusiawi sebagai suprastruktur bagi rakyat menikmati hidup sebagai warga Negara. Tahapan ini yang selalu dilupakan oleh semua periode pemerintahan sehingga hasilnya nihil, pembangunan selama  RI merdeka nyaris tidak berpihak pada rakyat tapi malah jadi ajang rakyat dieksploitasi hidup atas nama investasi dan iklim usaha.

Disinilah akan Nampak betapa sesatnya pemerintah yang lebih peduli pada investor dan tumbuhnya iklim usaha tapi melupakan bahwa itu semua diorientasikan untuk kesejahteraan rakyat, kalau politik itu bicara siapa dapat apa maka politik ekonomi pemerintah selama ini keuntungannya buat siapa, sebab rakyat dan Negara nihil mendapatkan kepentingannya. Rakyat tidak menikmati penghasilan yang layak, Negara juga tetap tidak kebagian pajak atau royalty.

Disinilah diskriminasi sangat jelas, sebab Gaji sebagai akses kesejahteraan ratusan juta keluarga justru terhambat, ciri utama gaji bahwa warga yang bekerja dapat menikmati dan berkembang sedikitpun tidak ada, gaji sebagai bagian politik ekonomi pemerintah agar kepentingan dan manfaatnya  dapat dirasakan khususnya puluhan juta keluarga TNI POLRI sebagai warga Negara tidak diakomodir  dalam deal-deal politik pembangunan.

Kehadiran kebijakan gaji layak sebagai bagian penguatan suprastruktur adalah jembatan yang mutlak  dilalui sebelum Pemerintah melanjutkan pembangunan infrastruktur, Negara-negara maju sekalipun terbukti banyak yang gagal berhadapan dengan pengusaha dalam soal pajak. Pemerintah harus merujuk fakta tersebut dan tidak terjebak dalam logika dan teori pembangunan yang disodorkan oleh berbagai lembaga domestic ataupun internasional. Persoalan utama kita adalah suprastruktur, karna inilah bukti keberpihakan pemerintah, pro gaji yang manusiawi dan  penguatan kemanusiaan dengan segala manfaatnya  ataukah lebih peduli pada pembangunan fisik agar peluang ekonomi dari investor yang tak kunjung masuk ke kas Negara.

Akhirnya, program dan rencana semegah apapun Pemerintah  yang akan digelontorkan makin menjauhkan idealisme menuju Negara kesejahteraan, pemerintah sesungguhnya tidak lebih hanya pengelola panti asuhan dimana terkhusus  TNI POLRI hanya dijamin makan sehari-hari, selebihnya harus diupayakan sendiri secara mandiri dan tergantung kreasi aparatur Negara. Tentu tesis Reagan ada benarnya, bahwa bahwa pemerintah sekali-kali jadi solusi, tapi dalam banyak hal pemerintah adalah sumber dari segala kekacauan yang melanda rakyat. Sebagaimana Pernyataan Nelson Mandela, kemiskinan ini sengaja dibuat sebagamana perbudakan sengaja diberlakukan.

#SaveOurHeroes

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline