Lihat ke Halaman Asli

Mengurai Modus Kebusukan Kemenag (bag I)

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian Agama sebagai Pihak yang diberi tugas Penyelenggaraan ibadah haji telah berubah menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Bagi pihak kementerian Agama berupaya mendapatkan keuntungan dengan berbagai cara dan modus kebusukannya, sehingga kebusukan Kemenag memperparah pengelolaan haji yang semakin buruk. Dari penelusuran PUSAKA, dana-dana masyarakat melalui setoran awal yang terkumpul di rekening Kementerian Agama Suryadharma Ali sangat rawan Pembusukan dan penyelewengan.

Pusat Advokasi Haji berkesimpulan menemukan pola bahwa modus-modus yang digunakan relatif sama antara periode pengelolaan haji di masa Menteri Agama dijabat Maftuh Basyuni dan Said Aqil Munawwar, hingga Suryadharma Ali yakni berbagai mark-up satuan biaya BPIH dan anggaran ganda hingga comot dan membawa keliling  Dana Haji kesana kemari.

Kebusukan Proses Pendaftaran Haji

Dalam alur pendaftaran Haji setiap pendaftar dikenakan biaya biaya administrasi bank saat ini Rp212.500, dana ini dianggap oleh bank minim jika dianggap profit. karena dari total yang diterima bank 2,5 dolar AS atau sekitar Rp25 ribu dikembalikan kepada Depag sebagai biaya akses Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Padahal, untuk Siskohat itu sudah masuk APBN dan APBD. Tetapi setiap pendaqftar dikenakan Biaya 2,5 USD tahun dan malah juga mengambil dari BPIH sebanyak RP 100 miliar lebih dianggarkan untuk membiayai Siskohat.

Coba kita hitung dari 3 juta pendaftar baik yang sudah berangkat maupun masih mengantre dikali 2,5 USD ditambah 100 Miliar dari BPIH kemudian dibebankan lagi pada APBN dan APBD,ini bukan lagi anggaran ganda maka tentu jumlahnya sanggat massif untuk membiayai Pengelolaan Server Siskohat yang notabene pengelola Servernya bukan sekelas Pegawai Microsoft atau Facebook.

Pertanyaan kemudian kenapa Pihak Bank dan Depag bisa begitu bebas membohongi Rakyat? Logika Apa sehingga Mereka yang setor 25 juta mereka juga yang harus bayar biaya Administrasi Rp. 212.500 ? belum lagi 5 % dari total seotran jika terjadi pembatalan

Kebusukan Proses Tender

Fakta anggaran ganda tersebut ditemukan. Polanya, kegiatan yang semestinya sudah menperoleh subsidi dana optimalisasi haji, tetapi tetap mendapat alokasi dari APBN., Kondisi ini dikhawatirkan membuka celah korupsi. Apalagi, indikasi itu diperkuat dengan kurangnya keterbukaan pemerintah saat merumuskan biaya penyelenggaran ibadah haji.

Dalam teori tindak pidana korupsi, segala kegiatan yang direncanakan sembunyi-sembunyi rawan penyalahgunaan. Namun demikian, kita perlu menggaris bawahi bahwa, tidak mempersoalkan penggunaan APBN atau APBD untuk menyokong dana ibadah haji karena haji termasuk tugas nasional, tetapi ketamakan Kemenag yang tidak puas dengan hanya Dana APBN maka beban juga ditimpakan bagi jemaah Haji

Kebusukan Kementerian Agama memanfaatkan Undang-undang No 13 Tahun 2008 yang memang tidak mensyaratkan tender terbuka untuk maskapai penerbangan. Selain itu, pemilihan pemondokan di Makkah dan Madinah juga tidak transparan

Kebusukan Pengelolaan Rp. 47 triliun Setoran Awal

nilai bunga depositornya sangat besar, karena setoran Awal yang telah terkumpul hingga saat ini telah mencapai Rp 47 triliun. Nilai uang yang dikelola semakin besar, karena semakin panjang antrean daftar nama calon jamaah haji yang menyetorkan uangnya. indikasi kebusukan Kemenag didasari tidak adanya sistem pengelolaan baik secara Legal, syariat maupun ekonomis untuk penumpukan puluhan triliun dana calon jamaah untuk masa sampai puluhan tahun, dana haji hingga 25 Juli 2012, total uang setoral awal CJH sebesar Rp 44 triliun, taksasi Rp 29 triliun di sukuk, Rp 12 triliun deposito, dan Rp3 triliun di giro atas nama menteri agama dan menghasilkan bunga Rp 2,8 triliun sesuai BIratetak jelas pertanggungjawabannya. Dana abadi umat yang jumlahnya mencapai Rp2 triliun juga tidak transparan dibuka ke publik, ditambah dana dari APBN/APBD yang cenderung bersifat duplikasi pembiayaan

Kebusukan Jual Beli Nomor Porsi

Aroma Kapitalisasi birokrasi waiting list yang menjadi motif pembentukannya menjadikan Politisi SDA dan Kemenag dapat menetapkan tarif  suap dan berjualan jalur-jalur  express  berhaji, menghipnotis bagi orang yang mau berhaji, para pencari jalan menuju Tuhan untuk menyuap para pemilik kaplingan Jalur Express di kementerian Agama, khususnya Politisi SDA dan Birokrat Ifrit di Dirjen Haji.artinya orang yang bersegera ingin berhaji tanpa menunggu atau antre di haruskan mempersiapkan dana suap (gratifikasi) bagi komplotan Kartel jalur Express sedangkan bagi mereka yang tidak mau menggunakan jalur Express Kemenag dan  ingin langsung berangkat haji maka dihadang oleh Kriminalisasi alias di cap sebagai Penjahat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline