Pertanian tentu bukanlah asing untuk didengar. Negara Indonesia termasuk dalam negara yang memiliki banyak lahan pertanian didataran rendah maupun didataran tinggi. Indonesia juga menjadi eksportir utama dalam penyediaan pangan di dunia seperti beras. Para petani di Indonesia memiliki cara masing-masing dalam pengelolaan lahan mereka. Walaupun menanam komoditas yang sama, tetapi setiap petani pasti mempunyai keunikan tersendiri dalam mengelola lahan mereka. Trend terbaru dalam pengelolaan pertanian masa kini adalah pertanian organik. Seperti apakah pertanian organik itu? Mari kita simak penjelasan berikut ini.
Pertanian organik adalah kegiatan bercocok tanam (membudidaya tanaman) yang tidak hanya berpusat pada peningkatan hasil produksi tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lingkungan sekitar (ekologi), tanah, dan manusia. Pertanian organik bertujuan agar ekosistem yang ada di lingkungan sekitar penanaman tetap terjaga, selalu memperhatikan kesuburan dan kesehatan tanah, dan tentunya menjaga kualitas dari hasil produksi agar aman dikonsumsi oleh manusia. Sistem pertanian organik mengkombinasikan tradisi, inovasi, dan sains yang mampu menguntungkan lingkungan hidup.
Pertanian organik adalah semua kegiatan pertanian yang dilakukan secara organik. Seperti dalam pengelolaan lahan, menjaga ekosistem mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme dalam tanah sangat bermanfaat dalam peningkatan kesuburan dan kesehatan tanah agar dapat menunjang pertumbuhan tanaman yang optimal.
Dalam penggunaan pupuk, tentunya juga menggunakan pupuk organik yang bisa didapat dari kotoran hewan ternak maupun sisa residu tanaman budidaya sebelumnya. Penggunaan pupuk organik adalah salah satu cara untuk melestarikan mikroorganisme yang ada di dalam tanah agar dapat tetap hidup.
Selain itu, faktor dalam penggunaan air untuk kegiatan budidaya tanaman juga perlu diperhatikan. Sumber air yang digunakan harus dipastikan tidak tercemar oleh senyawa toksik seperti logam berat dan bahan aktif pestisida sintetis karena dapat membahayakan tanah dan tanaman budidaya.
Faktor yang terakhir dalam pertanian organik adalah dalam pengendalian OPT (Organisme Penganggu Tanaman) yang mencakup hama, penyakit, dan gulma. Untuk mengendalikan populasi hama, kita dapat memanfaatkan musuh alami dari hama tersebut. Contohnya, pemakaian burung hantu dalam mengendalikan populasi tikus sebagai hama dalam tanaman padi.
Dalam pengedalian penyakit, dapat dilakukan secara manual seperti pemangkasan atau pencabutan tanaman yang terkena penyakit dan dimusnahkan dengan cara dibakar.
Sedangkan dalam pengendalian gulma, kita dapat menekan pertumbuhan populasi gulma dengan memakai mulsa plastik untuk tanaman sayuran yang dibudidaya atau juga dapat dicabut secara manual gulma-gulma yang tumbuh. Untuk pengendalian patogen yang meliputi bakteri, fungi, nematoda, dan virus, dapat menggunakan mikroba antagonis sebagai musuh alami seperti Trichoderma spp. Selain itu, dapat juga menggunakan fungisida yang terbuat dari ekstrak tanaman atau bahan organik lain.
Prinsip utama dalam pertanian organik adalah pengendalian, bukan pembasmian dan pencegahan, bukan pengobatan. Pertanian organik tidak memiliki dampak negatif melainkan dampak positif yang ditimbulkan cukup banyak seperti ekosistem/lingkungan terjaga, kesuburan dan kesehatan tanah terjaga, dan kualitas hasil produksi terjaga sehingga aman dikonsumsi.
Pertanian organik merupakan langkah yang diperlukan oleh para petani agar dapat tetap bertani dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjaga kelestarian lingkungan di bumi, pertanian organik sangat diperlukan dari sekarang hingga di masa depan nantinya. Marilah beralih ke pertanian organik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H