Sejak tumbangnya program unggulan pendidikan Indonrsia yang disegani negara tetangga. Kini sekolah diluar negeri mulai diserbu kembali oleh para orang kaya Indonesia.
Layar kaca disuguhi tontonan antrinya anak orang ternama di NKRI bersekolah di negara luar tersebut. Apakah ada kritik dari orang orang yang dahulu vokal menumbangkan nasionalisme RSBI?
Mengapa anak orang berduit itu pada antri bersekolah ke negara tetangga? Apakah ini akibat badut-badut politik yang mengatasnamakan "hak azasi manusia ?". Kita ketahui saat itu RSBI dianggap melanggar HAM. Padahal itu adalah alternatif pilihan bagi orang berduit untuk menggratiskan orang pemilik SKTM untuk duduk di dalamnya tanpa beban biaya. Karena 20% merupakan aturan wajib bagi orang-orang dari keluarga miskin untuk bisa duduk belajar sejajar bersama mereka.
Karena tekanan dari ADB terkesan memaksa Indonesia untuk menandatangani kespakatan pinjaman luar negeri. Tapi mengabaikan usulan dari Indonesia. Akhirnya RSBI dengan slogan terselubung
menyatakan bahwa di Indonesia banyak orang kaya yang peduli pendidikan, dan akhirnya berhasil menumbangkan ambisi ADB tersebut. Tanpa pinjaman luar negeri RSBI berkibar dengan gagahnya bahkan sangat perlente. Apakah perjuangannya selesai sampai di situ? Ternyata ini adalah awal pertempuran sengit. Akhirnya ada konotasi RSBI tercoreng oleh badut-badut politik yang telah menumbangkan idealisme pendidikan di NKRI. Mereka berhasil membangun opini jelek, hingga kini jejak digitalnya masih terpajang di dunia maya. Padahal RSBI sudah berhasil menumbangkan arogansi ADB saat itu. Seharusnya mendapatkan apresiasi yang layak.Pendiri SNBI (Sekolah Nasional Bertaraf Internasional) yang berubah jadi RSBI. Mereka berhasil mempermalukan penguasa dunia yang tampak telah berupaya menjebak Indonesia. Para alumnus UNPAD, ITB, & IKIP yang duduk di barisan paling depan, mereka sangat berani pasang dada. RSBI berdiri tanpa pinjaman dari ADB. Pekikan itu terus di gelorakan dalam setiap pertemuan tingkat nasional.
menolak kucuran dana ADB dan semua program Internasional dunia pendidikan total dibiayai APBN dan partisipasi masyarakat. Terbukti berdera RSBI berkibar berdampingan dengan sekolah bergengsi di Australia, Singapura, Malaysia, Hongkong, Turki, dst. Studi Banding dan pertukaran pelajar lintas negara terus berjalan dengan cantiknya. Karena saat itu RSBI berorientasi duduk sejajar dengan pendidikan di negara OECD. Pendidikan Indonesia berdiri begitu berjaya dan perlente, tanpa membebani NKRI dengan beban utang ke ADB.
Orang kaya Indonesia terbukti mampu membiayai pendidikan dengan 20% jatah untuk orang miskin duduk manis di dalamnya. Dan realita inilah yang berhasil di putar balik, seolah pemilik SKTM tak bisa masuk. Bara api menyala membakar hangus RSBI. Lalu siapa yang bersorak ?
Jaman jayanya RSBI banyak sekali contoh-contoh keberhasilan di dunia Industri yang diangkat untuk kemajuan dunia pendidikan di berbagai negara, sistem itu diseleksi dan diadopsi pengelola RSBI.
Salah satu diantaranya adalah program ISO dari TUV, SGS, Sucopindo dst. Memang program ISO itu sebelumnya juga telah banyak diterapkan di beberapa SMK pada mulanya. Kemudian di adopsi RSBI hingga spektakuler bersamaan dengan progran partnershif dengan sekolah di negara lain. ISO dan kerjasama sekolah di luar negeri berjalan di SMA dan SMK bahkan SMP dan SD. Itulah realita sejak adanya program RSBI saat itu. Penerapan ISO, telekonferen itu, hanya salah satu contoh kecil selain partner ship dengan sekolah di negara OECD.
Namun kini penerapan ISO dengan konsep "Tuliskan yang akan dikerjakan & kerjakan apa yang sudah dituliskan" akhirnya di Indonesia mulai memudar sejak proyek RSBI dibubarkan. Sekolah dengan taman-taman yang nyaman untuk belajar, berbasis ICT, dst. Semuanya jadi rujukan sekolah SSN. Terbukti kemajuan teknologi saat itu terus berkembang dan hasilnya bermanfaat saat ada Covid-19. Virtual bukan hal baru bagi Indonesia saat itu.