Di kampung Junti, dua ekor kerbau besar, pernah hilang dalam semalam dan villa milik seorang tentara di bobol maling. Dikampung Tonggonglondok warung milik Nyi Yonoh hampir di bongkar, bahkan mobil Inova di depan pabrik tahu sudah dibobol. Peristiwa lucu pernah terjadi di Babakan Oncom, kolam ikan di belakang rumah warga dipanen maling pada malam hari ketika pemilik tertidur
Hajat Buruan adalah suatu tradisi bersyukur yang berkearifan lokal. Disetiap daerah Sunda, bentuknya sangat beragam kekentalan budayanya. Ada yang masih menjunjung tinggi budaya animisme, dinamisme, disamping ada yang sudah berakulturasi dengan ajaran & budaya Islam
Budaya animismeu dan dinamisme di berbagai daerah Sunda dalam acara "Ruwatan" hampir tidak ada lagi perilaku kemusrikan yang konotasinya menduakan Sang Khaliq. Justru budaya religi yang paling kental pada Ruwatan/Hajat Buruan saat ini, sering merupakan syi'ar lewat lantunan ayat suci Al-Quran. Kadang disertai ceramah siraman rukhani dari pemuka agama setempat dan wejangan dari para sesepuh.
Hajat Buruan di daerah Sunda pada umumnya dilakukan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat akan hasil panen yang melimpah, dan cara untuk menolak bala. Dalam perkembangan terakhir, pembakaran kemenyan dan mantra-mantra (Jangjawokan) sudah diganti dengan seremony yang mengarah pada ajaran pesantren.
Tak jarang pula ruwatan tampak sangat universal merangkul umat lintas keyakinan. Tampaknya hal ini yang Kang Yoyon wacanakan. Beliau sebagai penggagas acara ruwatan di Kacamatan Cisalak, Kabupaten Subang, masih mencari bentuk. Bahkan tanggal pasti kelahiran saja masih diperdebatkan.
Dengan mencari sesepuh yang punya data pembanding bahwa Cisalak
itu lahir diduga sebelum pemekaran Kabupaten Purwakarta pada Tahun 1968. Sebab menurut Kang Yoyon kakak dari mantan Camat Agus Hendra S.IP itu, mengatakan "ada banyak sesepuh yang berpendapat bahwa Kecamatan Cisalak itu sudah ada jauh sebelum pemekaran Kabupaten Purwakarta". Penulis menyarankan agar panitia Ruwatan & Ulang Tahun Kecamatan Cisalak konsultasi dulu ke keluarga Eyang Rangga yang ada di Subang.Apalagi Eyang Raden Rangga Martayuda itu seorang tokoh nasional yang di hormati sejak jaman penjajahan Belanda. Waktu penulis sekolah di SD Darmaga sering melihat monumen Bukanagara di pinggir pagar sekolah itu, tepatnya dibawah pohon Cerry. Saat para siswa SD panen buah cerry, penulis pernah sibuk mengumpulkan buah pohon liar itu di samping bangunan monumen bersejarah.Sayangnya saat itu ada seorang kakek tua, merobohkan patung-patung kecil yang ada, hingga bangunanpun dirobohkan warga. Diduga karena sering ada yang menaruh sesajen. Padahal menurut H.Mamat sesepuh Kapuknahun, itu adalah monumen pembangunan Jalan Pedati menuju Bukanagara yang dibangun Eyang Raden Rangga Martayuda. Mungkin saja bangunan itu ada hubungannya dengan cikal bakal lahirnya Kecamatan Cisalak. Atas dasar itulah Penulis menyarankan adanya konsultasi kepada keluarga Raden Eyang Rangga Martayuda yang ada di Subang.
Terlepas dari tanggal lahir Kecamatan Cisalak. Fokus panitia Ruwatan ini menurut Kang Yoyon adalah untuk merekatkan hubungan kemasyarakatan. "Nanti Bupati Subang H.Ruhimat, akan diminta memainkan musik tutunggulan dengan lisung yang disediakan panitia, ha ha ha ..." Jelas Kang Yoyon sambil tertawa. Dilanjutkan dengan pernyataan bahwa, kebetulan Camat Cisalak saat ini baru satu bulan di lantik di Subang. Konon beliau itu sangat menghargai budaya. Masyarakat setempat menurut pengamatannya, sudah rindu dengan pagelaran budaya. Selama ini acara tujuh belasan/Agustusan berupa acara rutin pesta arak-arakan "Dongdang" dua tahun tidak di gelar karena adanya wabah Covid-19.
Kang Yoyon mengajak penulis menghadap Bapak Andri Darmawan selaku Camat Cisalak yang baru dilantik. Sekalian menemui Kyai Yaya dari pesantren Istiqomah dan para sesepuh yang masih hidup. Sekalian membuat dokumentasi dan minta petunjuk. Terungkap pula ada rasa prihatin dengan kondisi sesepuh Kapuknahun H.Mamat saat ini, dalam keadaan masih sakit dan tidak mungkin diajak rembuk. Penulis menyarankan untuk tetap meminta pendapatnya. Bahkan perlu diliput untuk sebuah dokumentasi. Mumpung sesepuh itu masih ada. Gagasan ruwatan ini tampaknya sebuah wacana mulia yang muncul dari seorang warga kelahiran Cisalak bernama Kang Yoyon. Mungkin ini adalah langkah maju "ngamumule budaya Sunda" dan menghormati jasa leluhur. Minimal menjaga peninggalannya dengan penuh rasa hormat.
Disamping hal di atas. Ada hal krusial yang perlu dicermati bersama. Saat ini warga Cisalak, Subang, sering diresahkan dengan banyaknya kejahatan berupa pembobolan rumah kehilangan kerbau, kehilangan kendaraan roda dua, bahkan roda empat. Beberapa peristiwa pelakunya sempat kepergok warga, tapi didak berdaya karena penjahat itu membawa pistol. Penulis sempat mengalami sendiri, bahwa pelakunya berombongan menggunakan mobil minibus warna putih dengan arah menuju ke arah timur. Bahkan kendaraan dinas plat merah pernah di curi dan ditemukan di daerah Tanjung Siang, karena mogok.